Loading...

19 February 2015

Unknown

Mampukah Memilih Pasangan Hidup Tanpa Harus Pacaran?

pacaran, cinta

“Kenapa sih, ngga boleh pacaran? Kan kita saling suka sama suka, kita juga ngga ganggu orang lain”, kalimat seperti ini acap kali diucapkan oleh para remaja dengan nada kesal. Zaman yang semakin modern, remaja pacaran, berjalan dan mojok berduaan, memang sudah sangat biasa. Mereka terlihat di mana-mana.

Pengaruh media, televisi, internet, bacaan dan lain-lain membuat pergaulan menjadi bebas. Pola pacaran menjadi lebih “berbahaya” dan “seronok”. Akhir-akhir ini buku berjudul “Saatnya Aku Belajar Pacaran” menuai kecaman dari berbagai kalangan mulai dari birokrat, tokoh agama hingga lingkungan masyarakat serta media sosial dan media massa. Penulisnya pun akhirnya meminta maaf serta menarik buku yang telah beredar. Terdapat halaman yang berisi tentang bercinta, sikap remaja, seputar pacaran, dan hubungan anak dengan orang tua. Apabila buku ini dibaca oleh remaja sekarang, mereka bisa menganggap zina adalah hal yang biasa.

Dari zaman nabi Adam sampai zaman Rasulullah SAW, agama Islam telah melarang pencurian seperti juga Islam melarang orang untuk pacaran, atau pun mendekati zina. Allah Maha Mengetahui, yang Maha Pencipta, yang paling tahu apa yang terbaik buat kita. Allah menginginkan manusia ciptaan-Nya hidup bahagia dunia akhirat, sehat wal ‘afiat dan menjadi penghuni surga yang selamat.

Pacaran tidak menjamin kita akan tahu sifat calon suami atau istri seseorang. Hanya dengan shalat istikharah, meminta petunjuk kepada Allah. Berdoalah: “Ya Allah, kalau memang ia baik untukku mudahkanlah, jika tidak baik untukku jauhkanlah”.

Memilih pasangan hidup yang baik tidak hanya dilihat dari penampilan luarnya saja. Karena bisa saja penampilan luar itu hanya sebuah fatamorgana yang menipu mata. Orang yang baik adalah orang yang bagus akhlaqnya dan bertaqwa kepada Allah Ta’ala.

Karena itu, Islam menganjurkan kepada laki-laki untuk memilih istri yang shalihah. Mendahulukannya daripada istri yang kaya, atau istri yang mempesona kecantikannya, atau istri yang berasal dari keturunan ningrat.

Pengertian dari istri shalihah yaitu istri yang memegang agama seperti memegang bara api meskipun banyak godaan dan pujian namun tak tergoyahkan dan berakhlak mulia kepada sang Khaliq dan makhluq, seperti hadits Rasulullah Saw: “Dunia adalah kenikmatan, dan sebaik-baik kenikmatannya adalah istri yang shalihah.” (HR. Muslim)

Dalam hadits lain dijelasakan, “Wanita dinikahi karena empat hal: Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Maka utamakanlah olehmu karena agamanya, niscaya kamu selamat.” (Muttafaqun ‘Alaih)

Hadits lain juga menyebutkan “Ambillah wanita beragama dan berakhlak niscaya kamu selamat.” (HR. Ahmad)

Islam juga menganjurkan kepada wanita dan walinya agar memilih suami yang shalih, bukan hanya kaya harta, terhormat keturunannya dan tinggi jabatannya. Suami yang shalih adalah suami yang beragama kuat sehingga mampu menjaga anggota keluarganya dari api neraka dan berakhlak mulia kepada sang khaliq dan makhluq.

Dijelaskan dalam hadits: “Apabila datang kepada kalian (kepada para wali perempuan) laki-laki yang kalian ridhai akhlak dan agamanya, maka nikahkanlah dengannya. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi)

Seorang perempuan dan keluarganya wajib memilih laki-laki yang beragama kuat, agar suami dapat memperhatikan hak anak dan istrinya, bertaqwa kepada Allah dan bekerjasama dalam mengabdi agama Islam.

Dalam konteks masalah cinta antara laki-laki dan perempuan, Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Aku tidak pernah melihat dua orang yang saling mengasihi, melainkan melalui jalur pernikahan.”

“Jika engkau menikahkan anak perempuanmu, maka nikahkanlah dengan orang yang beragama, jika dia mencintainya dia akan memulikannya, dan jika dia marah dia tidak akan menzhaliminya.” (bersamadakwah.net)