Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan kami keluarkan dari padanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan (QS. Yasin [36] : (33)
Bumi yang mati, kemudian Allah menghidupkannya, dan setelah hidup itu muncullah berbagai macam tumbuh-tumbuhan, dari situ mereka hidup untuk makan-minum juga untuk pemeliharaan ternak-ternak mereka. Rasulullah SAW seolah-olah menjelaskan dengan gampang apa yang dimaksud dengan ayat ini. Beliau mengatakan Al-Quran ini tak ubahnya seperti hujan yang turun dari langit, dengan Al-Quran itu maka hiduplah manusia, dengan hidupnya itulah maka keluarlah amal-amal shaleh yang akan menjadi penyelamat di dunia sebagai pertanggungjawaban manusia yang Allah telah membuat mereka fi ahsani taqwim ; dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Karena itu Allah SWT tidak membuat manusia untuk dinerakakan, Allah membuat manusia untuk disurgakan.
Maka sahabat mendengar sabda Rasulullah SAW :
Semua umatku akan masuk surga kecuali yang tidak mau. Sahabat bertanya : Wahai Rasul, siapa yang tidak mau itu? Rasul menjawab : Siapa yang taat kepadaku akan masuk surga, dan siapa yang maksiat kepadaku maka ia orang yang tidak mau masuk surga. (shahih al bukhari kitab al 'itisham bil-kitab bab al iqtida bi sunani Rasulillah no. 7280)
Hadits tersebut menyatakan bahwa tak ada seorangpun umatku yang tidak akan masuk surga, kecuali yang tidak mau. Seolah-olah menunjukan kekagetan tatkala sahabat mendengar kata-kata yang indah seperti itu diucapkan oleh seorang Rasul yang terkenal kejujurannya dan tidak pernah bohong. "Bila begitu apakah yang anda maksud ya Rasulullah? siapa dan bagaimana ciri-cirinya manusia yang tidak mau masuk surga?" Beliau menjawab, "Akui oleh kamu aku adalah Rasul Allah untuk kamu, yang menjelaskan apa yang Allah maksudkan yang tercantum dalam Al-Quran. Maka siapa yang mena'atiku, siapapun itu, ia akan masuk surga. Dan siapa yang sengaja hidup berpisah dariku di alam dunia ini, aku tidak akan mempertanggungjawabkan dan aku tidak tahu kemana mereka pergi.
Karena itu ayat yang kita baca tadi:
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragana Islam. (QS. Ali Imran [3] : (102)
Artinya, kecuali tetap merasa terwarnai dan terikat dengan Islam sebagai agama. Hanya itu yang Allah terima.
Maka kalau kita perhatikan redaksi ayat ini Allahlah yang telah merencanakan segalanya bagi makhluk ini, khusus untuk manusia. Rasulullah SAW menyatakan Allah telah merencanakan untuk kamu menjadi seorang manusia walalupun dari bahan-bahan yang sama dengan makhluk-makhluk yang lain, dengan binatang pun sama bahannya. Tetapi Allah menjadikan kamu menjadi makhluk yang sempurna. Kesempurnaan itulah yang harus dipertanggungjawabkan oleh aturan petunjuk yang jelas. Sudah ditetapkan umurnya, sudah ditetapkan rizkinya, sudah ditetapkan bahagianya. Mendengar kata-kata itu barangkali seakan beda dengan pikiran kita. Mendengar sabda Rasul seperti itu para sahabat bertanya "Bila jalannya sudah Allah tetapkan, untuk apa berusaha, mengapa kami disuruh berikhtiar, kenapa kami harus berbuat itu dan ini?" Beliau menjawab dengan kata-kata yang amat diplomatis. "Segala sesuatu telah ditetapkan untuk apa mereka dibuat sedemikian rupa?"
Pertanyaan untuk apa kita hidup, mengapa kita hidup, hanya wahyulah yang menjawab denga tegas. Jelas itupun khusus bagi orang-orang yang mau berpikir, bertafakur, bertadabur yaitu:
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaku (QS. Adz-Dzariyat [51] : (56)
Kami tidak membuat baik jin maupun manusia kecuali untuk ibadah kepadaku. Akuilah bahwa aku yang menetapkan segala-galanya dan kamu hanya menerima apa yang Allah tetapkan.
Dua ayat yang tadi Allah memerintahkan bertaqwa dengan sebenar-benarnya taqwa, dilanjutkan dengan Allah melarang jangan sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan beragama islam. Satu perintah dan satu larangan termakub dalam sebuah ayat yang sependek ini.
Tinggallah petunjuk pelaksanaannya, tinggallah petunjuk teknisnya, sampai mungkin juga petunjuk dan pedoman kerjanya, bagaimana kita melaksanakan ayat ini? karena ternyata Allah bukan melarang mati, karena mati sudah ditetapkan, tetapi Allaj melarang jangan sampai kematian kamu bukan sebagai orang Islam, kamu bukan sebagai orang yang merasa ada keterikatan denga Islam, kamu tidak merasa beragama Islam. Karena itu ada sebuah ungkapan yang dicatat oleh Syaikh Ibnu Katsir dalam tafsirnya:
Tetapilah Islam pada saat kamu sehat juga pada saat kamu sakit, agar kamu mati pada keadaan ini. Karena siapa yang hidup pada suatu kebiasaan, ia akan hidup padanya dan mati padanya, Dan siapa yang mati pada suatu kebiasaan itu ia akan dibangkitkan di yaumul qiyamah pada kebiasaan yang ia mati pada kebiasaan itu.
Sekedar untuk menggamblangkan pikiran, bila seorang mati pada kebiasaan dan ada keterikatan, misalnya dengan perjudian, maka Allah akan menghisabnya sebagai tukang judi, karena pada saat itu hati sedang kesitu terus. Sebaliknya seorang yang sedang mencintai thalab ilmu, ia sedang menikmati ibadah, kemudian mati menyusulnya pada kebiasaan seperti itu, maka Allah akan menerima orang itu sesuai pada kebiasaan apa ia tutup umur.
karena itu ayat yang tadi petunjuk pelaksanaanny dan petunjuk teknisnya adalah firman Allah:
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai (QS. Ali Imran [3] : (103)
Artinya melaksanakan ittaqullaha haqqa tuqatihi itu adalah dengan berpegang teguh kepada hablullah (agama Allah), secara bersama-sama. Rasulullah SAW menyatakan yang dimaksud hablullah adalah Al-Quran. Al-Quran itu seolah-olah seutas tali yang amat kuat diapakai pegangan seorang, dua orang, bahkan seluruh manusia, tidak akan putus. Dan tali itulah yang akan menyampaikan manusia ke surga, tidak ada tali yang lain. kemudia wala tafarraqu (janganlah kalian berpisah). Bukan dari partai, bukan perkumpulan, bukan organisasi, tapi usahakan selama kamu hidup, umur itu terisi dengan tidak terpisah dari pada hablullah.