Loading...

08 March 2010

FatahKun

Jangan Jadi Mubadzir


وَءَاتِ ذَا ٱلۡقُرۡبَىٰ حَقَّهُ ۥ وَٱلۡمِسۡكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرۡ تَبۡذِيرًا

"Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros (QS. Al-Israa [17] : 26)

Manusia diciptakan dengan hubbus syahwat (cinta kepada yang diingini dan tidak pernah puas). Keinginan itu ada yang terlaksana ada yang tertunda dan ada yang hanya angan-angan. Bagi orang yang ditakdirkan hartanya melimpah, kesehatannya prima, tetapi agamanya kurang, ia akan mengejar segala keinginannya. Seluruh tempat yang menyenangkan ia kunjungi, setiap rumah makan ia cicipi, dan belanja tidak puas di negeri sendiri. Saat ia memiliki harta atau uang lebih, ia selalu berfikir apalagi yang belum saya beli? Ia tidak sadar bahwa harta adalah titipan Illahi.

Cinta manusia kepada harta tidak ada batasnya. Dalam riwayat Imam Ahmad, Al-Bukhari, Muslim dan At-Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda, "Kalaulah Ibnu Adam memiliki harta sebanyak satu lembah, tentu ia ingin memiliki selembah lagi. Bila ia mempunyai dua lembah harta, ia akan mengincar lembah yang ketiganya. Demikianlah keinginan manusia terhadap harta tidak akan sirna kecuali perutnya sudah terisi tanah (mati). Dan allah akan menerima taubat orang yang bertaubat." Dalam riwayat lain disebutkan "Andai manusia mempunyai selembah emas, tentu ia masih menginginkan lembah lainnya." (HR Muslim)

Hadits ini dicantumkan dalam kitab zakat. Artinya harta yang akan menyelamatkan adalah harta yang bersih dari hak Allah dan hak orang lain dengan cara berinfaq di jalan Allah dan berzakat.

Orang yang berhak menikmati kekayaan kita adalah kaum kerabat dan faqir miskin. Mereka dihadirkan oleh Allah sebagai ujian kepada kita ; akankah kita berbagi? Firman Allah, "Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu tabdzir secara boros. Sesungguhnya para mubadzir itu adalah saudara-saudara syetan, dan syetan itu adalah sangat ingkar kepada tuhannya. (QS. Al-Israa [17] : 26-27)

Tabdzir adalah sifat boros. Orangnya disebutb mubadzir atau pemboros yaitu orang yang belanjanya berlebihan, membeli barang yang tidak berguna, makanannya selalu tersisa, sementara keluarganya tidak mendapatkan haknya dan faqir miskin di sekitarnya tidak ikut merasakannya.
Kata Ibnu Mas'ud r.a, "Infaq yang tidak tepat sasaran termasuk tabdzir". Kata mujahid, "kalau ada orang membelanjakan seluruh hartanya dalam al-haq (zakat, infaq, shadaqah), tidak disebut mubadzir. Tetapi jika orang itu mengeluarkan hartanya  bukan dalam al-haq (misalnya untuk maksiat atau hal yang tidak bermanfaat) walaupun segenggam makanan, disebut tabdzir." Apalagi orang yang berlebihan dan belanja.

Biasanya menjelang Idul Fitri sebagian besar umat Islam disibukan dengan belanja pakaian, makanan dan barang-barang lainnya. Seolah-olah lebaran itu tidak sah tanpa baju baru dan makanan yang enak. Sebenarnya hal itu tidak dilarang, namun harus diingat jangan berlebihan dan melupakan hak kerabat yang membutuhkan dan faqir miskin, sebab mereka pun mempunya keinginan yang sama, ingin merasakan kegembiraan pada hari raya Islam tersebut.