Loading...

02 November 2009

FatahKun

Perang Badar (bagian 2)

Tetapi Abu Jahl  ketika  mendengar  kata-kata  ini,  tiba-tiba
berteriak:

"Kita tidak akan kembali sebelum kita sampai di Badr. Kita
akan tinggal tiga malam di tempat itu. Kita memotong ternak,
kita makan-makan, minum-minum khamr, kita minta
biduanita-biduanita bernyanyi. Biar orang-orang Arab itu
mendengar dan mengetahui perjalanan dan persiapan kita. Biar
mereka tidak lagi mau menakut-nakuti kita."

Soalnya pada waktu itu Badr merupakan tempat pesta tahunan.
Apabila pihak Quraisy menarik diri dari tempat itu setelah
perdagangan mereka selamat, bisa jadi akan ditafsirkan oleh
orang-orang Arab - menurut pendapat Abu Jahl - bahwa mereka
takut kepada Muhammad dan teman-temannya. Dan ini berarti
kekuasaan Muhammad akan makin terasa, ajarannya akan makin
tersebar, makin kuat. Apalagi sesudah adanya satuan Abdullah
b. Jahsy, terbunuhnya Ibn'l-Hadzrami, dirampasnya dan
ditawannya orang-orang Quraisy.

Mereka jadi ragu-ragu: antara mau ikut Abu Jahl karena takut
dituduh pengecut, atau kembali saja setelah kafilah
perdagangan mereka selamat. Tetapi yang ternyata kemudian
kembali pulang hanya Banu Zuhra, setelah mereka mau
mendengarkan saran Akhnas b. Syariq, orang yang cukup ditaati
mereka.

Pihak Quraisy yang lain ikut Abu Jahl. Mereka berangkat menuju
ke sebuah tempat perhentian, di tempat ini mereka mengadakan
persiapan perang, kemudian mengadakan perundingan. Lalu mereka
berangkat lagi ke tepi ujung wadi, berlindung di balik sebuah
bukit pasir.

Sebaliknya pihak Muslimin, yang sudah kehilangan kesempatan
mendapatkan harta rampasan, sudah sepakat akan bertahan
terhadap musuh bila kelak diserang. Oleh karena itu merekapun
segera berangkat ke tempat mata air di Badr itu, dan
perjalanan ini lebih mudah lagi karena waktu itu hujan turun.
Setelah mereka sudah mendekati mata air, Muhammad berhenti.
Ada seseorang yang bernama Hubab b. Mundhir b. Jamuh, orang
yang paling banyak mengenal tempat itu, setelah dilihatnya
Nabi turun di tempat tersebut, ia bertanya:

"Rasulullah, bagaimana pendapat tuan berhenti di tempat ini?
Kalau ini sudah wahyu Tuhan, kita takkan maju atau mundur
setapakpun dari tempat ini. Ataukah ini sekedar pendapat tuan
sendiri, suatu taktik perang belaka?"

"Sekedar pendapat saya dan sebagai taktik perang," jawab
Muhammad.

"Rasulullah," katanya lagi. "Kalau begitu, tidak tepat kita
berhenti di tempat ini. Mari kita pindah sampai ke tempat mata
air terdekat dan mereka, lalu sumur-sumur kering yang
dibelakang itu kita timbun. Selanjutnya kita membuat kolam,
kita isi sepenuhnya. Barulah kita hadapi mereka berperang.
Kita akan mendapat air minum, mereka tidak."

Melihat saran Hubab yang begitu tepat itu, Muhammad dan
rombongannya segera pula bersiap-siap dan mengikuti pendapat
temannya itu, sambil mengatakan kepada sahabat-sahabatnya
bahwa dia juga manusia seperti mereka, dan bahwa sesuatu
pendapat itu dapat dimusyawarahkan bersama-sama dan dia tidak
akan menggunakan pendapat sendiri di luar mereka. Dia perlu
sekali mendapat konsultasi yang baik dari sesama mereka
sendiri.

Selesai kolam itu dibuat, Sa'd b. Mu'adh mengusulkan:

"Rasulullah,"7 katanya, "kami akan membuatkan sebuah dangau
buat tempat Tuan tinggal, kendaraan Tuan kami sediakan.
Kemudian biarlah kami yang menghadapi musuh. Kalau Tuhan
memberi kemenangan kepada kita atas musuh kita, itulah yang
kita harapkan. Tetapi kalaupun sebaliknya yang terjadi; dengan
kendaraan itu Tuan dapat menyusul teman-teman yang ada di
belakang kita. Rasulullah,7 masih banyak sahabat-sahabat kita
yang tinggal di belakang, dan cinta mereka kepada tuan tidak
kurang dari cinta kami ini kepada tuan. Sekiranya mereka dapat
menduga bahwa tuan akan dihadapkan pada perang, niscaya mereka
tidak akan berpisah dari tuan. Dengan mereka Tuhan menjaga
tuan. Mereka benar-benar ikhlas kepada tuan, berjuang bersama
tuan."

Muhammad sangat menghargai dan menerima baik saran Sa'd itu.
Sebuah dangau buat Nabi lalu dibangun. Jadi bila nanti
kemenangan bukan di tangan Muslimin, ia takkan jatuh ke tangan
musuh, dan masih akan dapat bergabung dengan
sahabat-sahabatnya di Yathrib.

Disini orang perlu berhenti sejenak dengan penuh kekaguman,
kagum melihat kesetiaan Muslimin yang begitu dalam, rasa
kecintaan mereka yang begitu besar kepada Muhammad, serta
dengan kepercayaan penuh kepada ajarannya. Semua mereka
mengetahui, bahwa kekuatan Quraisy jauh lebih besar dari
kekuatan mereka, jumlahnya tiga kali lipat banyaknya. Tetapi,
sungguhpun begitu, mereka sanggup menghadapi, mereka sanggup
melawan. Dan mereka inilah yang sudah kehilangan kesempatan
mendapatkan harta rampasan. Tetapi sungguhpun begitu karena
bukan pengaruh materi itu yang mendorong mereka bertempur,
mereka selalu siap disamping Nabi, memberikan dukungan,
memberikan kekuatan. Dan mereka inilah yang juga sangsi,
antara harapan akan menang, dan kecemasan akan kalah. Tetapi,
sungguhpun begitu, pikiran mereka selalu hendak melindungi
Nabi, hendak menyelamatkannya dari tangan musuh. Mereka
menyiapkan jalan baginya untuk menghubungi orang-orang yang
masih tinggal di Medinah. Suasana yang bagaimana lagi yang
lebih patut dikagumi daripada ini? Iman mana lagi yang lebih
menjamin akan memberikan kemenangan seperti iman yang ada ini?

Sekarang pihak Quraisy sudah turun ke medan perang. Mereka
mengutus orang yang akan memberikan laporan tentang keadaan
kaum Muslimin. Mereka lalu mengetahui, bahwa jumlah kaum
Muslimin lebih kurang tiga ratus orang, tanpa pasukan
pengintai, tanpa bala bantuan. Tetapi mereka adalah
orang-orang yang hanya berlindung pada pedang mereka sendiri.
Tiada seorang dan mereka akan rela mati terbunuh, sebelum
dapat membunuh lawan.

Mengingat bahwa gembong-gembong Quraisy telah juga ikut serta
dalam angkatan perang ini, beberapa orang dari kalangan ahli
pikir mereka merasa kuatir, kalau-kalau banyak dari mereka itu
yang akan terbunuh, sehingga Mekah sendiri nanti akan
kehilangan arti. Sungguhpun begitu mereka masih takut kepada
Abu Jahl yang begitu keras, juga mereka takut dituduh pengecut
dan penakut. Tetapi tiba-tiba tampil 'Utba b. Rabi'a ke
hadapan mereka itu sambil berkata:

"Saudara-saudara kaum Quraisy, apa yang tuan-tuan lakukan
hendak memerangi Muhammad dan kawan-kawannya itu, sebenarnya
tak ada gunanya. Kalau dia sampai binasa karena tuan-tuan,
masih ada orang lain dari kalangan tuan-tuan sendin yang akan
melihat, bahwa yang terbunuh itu adalah saudara sepupunya,
dari pihak bapa atau pihak ibu, atau siapa saja dari
keluarganya. Kembali sajalah dan biarkan Muhammad dengan
teman-temannya itu. Kalau dia binasa karena pihak lain, maka
itu yang tuan-tuan kehendaki. Tetapi kalau bukan itu yang
terjadi, kita tidak perlu melibatkan diri dalam hal-hal yang
tidak kita inginkan."

Mendengar kata-kata 'Utba itu, Abu Jahl naik darah. Ia segera
memanggil 'Amir bin'l-Hadzrami dengan mengatakan:

"Sekutumu ini ingin supaya orang pulang. Kau sudah melihat
dengan mata kepala sendiri siapa yang harus dituntut balas.
Sekarang, tuntutlah pembunuhan terhadap saudaramu!"8

'Amir segera bangkit dan berteriak:

"O saudaraku! Tak ada jalan lain mesti perang!"

Dengan dipercepatnya pertempuran itu Aswad b. 'Abd'l-Asad
(Makhzum) keluar dari barisan Quraisy langsung menyerbu ke
tengah-tengah barisan Muslimin dengan maksud hendak
menghancurkan kolam air yang sudah selesai dibuat. Tetapi
ketika itu juga Hamzah b. Abd'l-Muttalib segera menyambutnya
dengan satu pukulan yang mengenai kakinya, sehingga ia
tersungkur dengan kaki yang sudah berlumuran darah. Sekali
lagi Hamzah memberikan pukulan, sehingga ia tewas di belakang
kolam itu. Buat mata pedang memang tak ada yang tampak lebih
tajam daripada darah. Juga tak ada sesuatu yang lebih keras
membakar semangat perang dan pertempuran dalam jiwa manusia
daripada melihat orang yang mati di tangan musuh sedang
teman-temannya berdiri menyaksikan.

Begitu melihat Aswad jatuh, maka tampillah 'Utba b. Rabi'a
didampingi oleh Syaiba saudaranya dan Walid b. 'Utba anaknya,
sambil menyerukan mengajak duel. Seruannya itu disambut oleh
pemuda-pemuda dari Medinah. Tetapi setelah melihat mereka ini
ia berkata lagi:

"Kami tidak memerlukan kamu. Yang kami maksudkan ialah
golongan kami."

Lalu dari mereka ada yang memanggil-manggil:

"Hai Muhammad! Suruh mereka yang berwibawa dari asal golongan
kami itu tampil!"

Ketika itu juga yang tampil menghadapi mereka adalah Hamzah b.
Abd'l-Muttalib, Ali b. Abi Talib dan 'Ubaida bin'l-Harith.
Hamzah tidak lagi memberi kesempatan kepada Syaiba, juga Ali
tidak memberi kesempatan kepada Walid, mereka itu ditewaskan.
Lalu keduanya segera membantu 'Ubaida yang kini sedang
diterkam oleh 'Utba. Sesudah Quraisy sekarang melihat
kenyataan ini mereka semua maju menyerbu.

Pada pagi Jum'at 17 Ramadan itulah kedua pasukan itu
berhadap-hadapan muka.

Sekarang Muhammad sendiri yang tampil memimpin Muslimin,
mengatur barisan. Tetapi ketika dilihatnya pasukan Quraisy
begitu besar, sedang anak buahnya sedikit sekali, disamping
perlengkapan yang sangat lemah dibanding dengan perlengkapan
Quraisy, ia kembali ke pondoknya ditemani oleh Abu Bakr.
Sungguh cemas ia akan peristiwa yang akan terjadi hari itu,
sungguh pilu hatinya melihat nasib yang akan menimpa Islam
sekiranya Muslimin tidak sampai mendapat kemenangan.

Muhammad kini menghadapkan wajahnya ke kiblat, dengan seluruh
jiwanya ia menghadapkan diri kepada Tuhan, ia mengimbau Tuhan
akan segala apa yang telah dijanjikan kepadanya, ia
membisikkan permohonan dalam hatinya agar Tuhan memberikan
pertolongan. Begitu dalam ia hanyut dalam doa, dalam
permohonan, sambil berkata:

"Allahumma ya Allah. Ini Quraisy sekarang datang dengan segala
kecongkakannya, berusaha hendak mendustakan RasulMu. Ya Allah,
pertolonganMu juga yang Kaujanjikan kepadaku. Ya Allah, jika
pasukan ini sekarang binasa tidak lagi ada ibadat kepadaMu."

Sementara ia masih hanyut dalam doa kepada Tuhan sambil
merentangkan tangan menghadap kiblat itu, mantelnya terjatuh.
Ketika itu Abu Bakr lalu meletakkan mantel itu kembali ke
bahunya, sambil ia bermohon:

"Rasulullah, dengan doamu itu Tuhan akan mengabulkan apa yang
telah dijanjikan kepadamu."

Tetapi sungguhpun begitu, Muhammad makin dalam terbawa dalam
doa, dalam tawajuh kepada Allah; dengan penuh khusyu' dan
kesungguhan hati ia terus memanjatkan doa, memohonkan isyarat
dan pertolongan Tuhan dalam menghadapi peristiwa, yang oleh
kaum Muslimin sama sekali tidak diharapkan, dan untuk itu
tidak pula mereka punya persiapan. Karena yang demikian inilah
akhirnya ia sampai terangguk dalam keadaan mengantuk. Dalam
pada itu tampak olehnya pertolongan Tuhan itu ada. Ia sadar
kembali, kemudian ia bangun dengan penuh rasa gembira.

Sekarang ia keluar menemui sahabat-sahabatnya; dikerahkannya
mereka sambil berkata:

"Demi Dia Yang memegang hidup Muhammad.9 Setiap orang yang
sekarang bertempur dengan tabah, bertahan mati-matian, terus
maju dan pantang mundur, lalu ia tewas, maka Allah akan
menempatkannya di dalam surga."

Jiwanya yang begitu kuat, yang telah diberikan Tuhan begitu
tinggi melampaui segala kekuatan, telah tertanam pula dengan
ajarannya ke dalam jiwa orang-orang beriman. Dan kekuatan
mereka itu sudah melampaui semangat mereka sendiri, sehingga
setiap orang dari mereka sama dengan dua orang, bahkan sama
dengan sepuluh orang.

Akan lebih mudah orang memahami ini bila diingat arti kekuatan
moril yang begitu besar pengaruhnya dalam jiwa seseorang, dan
ini akan bertambah besar pengaruhnya apabila kekuatan moril
ini ada pula dasarnya. Semangat nasionalisma juga dapat
menambah ini. Seorang prajurit yang mempertahankan tanah air
yang terancam bahaya, jiwanya penuh dengan semangat
patriotisma, akan bertambah kekuatan morilnya sesuai dengan
besar cintanya kepada tanah air serta kekuatirannya akan
bahaya yang mengancam tanah air itu dari pihak musuh.

Oleh karena itu semangat patriotisma dan pengorbanan untuk
tanah air oleh bangsa-bangsa di dunia telah ditanamkan kepada
warga negaranya sejak semasa mereka kecil. Adanya kepercayaan
kepada kebenaran, kepada keadilan, kebebasan serta arti
kemanusiaan yang tinggi menambah pula kekuatan moril dalam
jiwa orang. Ini berarti melipat-gandakan kekuatan materi. Dan
orang yang masih ingat akan propaganda anti-Jerman yang begitu
luas disebarkan pihak Sekutu dalam Perang Dunia I, yang pada
dasarnya mereka berperang melawan kekuatan senjata Jerman itu
karena hendak membela kebebasan dan kebenaran serta
mempersiapkan suatu perjanjian perdamaian, akan menyadari
betapa sesungguhnya propaganda itu dapat melipat-gandakan
kekuatan semangat prajurit-prajurit Sekutu di samping
menimbulkan simpati sebagian besar bangsa-bangsa di dunia.

Apa artinya nasionalisma dan masalah perdamaian, dibandingkan
dengan tujuan yang diserukan Muhammad itu! Tujuan komunikasi
manusia dengan seluruh wujud, suatu komunikasi yang akan
meleburkannya dan keluar menjadi salah satu kekuatan alam
semesta, yang akan memberi arah kepadanya menuju kebaikan
hidup, kenikmatan dan kesempurnaan yang integral.

Ya! Apa artinya nasionalisma dan masalah perdamaian disamping
kewajibannya disisi Tuhan, membela orang-orang yang beriman
dari renggutan mereka yang hendak membuat fitnah dan godaan,
dari mereka yang mengalangi jalan kebenaran, mereka yang
hendak menjerumuskan umat manusia ke jurang paganisma dan
syirik. Apabila dengan rasa cinta tanah air jiwa itu makin
kuat, sesuai dengan semua kekuatan tanah air yang ada, dan
dengan rasa cinta perdamaian untuk seluruh umat manusia jiwa
itupun makin kuat, sesuai dengan kekuatan semua umat manusia
yang ada, maka betapa pula dahsyatnya kekuatan jiwa yang
dibawa oleh adanya iman kepada semesta wujud dan Pencipta
seluruh wujud ini! Iman itulah yang akan membuat tenaga
manusia mampu memindahkan gunung, menggerakkan isi dunia. Ia
dapat mengawasi - dengan kemampuan morilnya - segala yang
masih berada di bawah taraf itu. Dan kemampuan moril ini akan
berlipat ganda pula kekuatannya.

Apabila secara integral kemampuan moril ini belum lagi
mencapai tujuannya disebabkan oleh adanya perbedaan pendapat
di kalangan Muslimin sebelum terjadi perang, belum dicapainya
kekuatan materi sebagaimana yang diharapkan, maka dengan daya
iman itu justru ia mempunyai kelebihannya. Hal ini bertambah
kuat lagi tatkala Muhammad dan sahabat-sahabatnya dapat
mengerahkan mereka. Maka dengan demikian, jumlah manusia dan
perlengkapan yang sangat sedikit itu telah rnendapat
kompensasi. Dalam keadaan Nabi dan sahabat-sahabatnya yang
demikian inilah kedua ayat ini turun:

"O Nabi! Bangunkanlah semangat orang-orang beriman itu dalam
menghadapi perang. Bila kamu berjumlah duapuluh orang yang
tabah, mereka ini akan mengalahkan duaratus orang. Bila kamu
berjumlah seratus orang, niscaya akan mengalahkan seribu orang
kafir; sebab mereka adalah orang-orang yang tidak mengerti.
Sekarang Tuhan meringankan kamu, karena Ia mengetahui, bahwa
pada kamu masih ada kelemahan. Maka, jika kamu berjumlah
seratus orang yang tabah, akan dapat mengalahkan duaratus
orang, dan jika kamu seribu orang, akan dapat mengalahkan
duaribu dengan ijin Allah. Dan Allah bersama orang-orang yang
berhati tabah." (Qur'an, 8:55-56.)

Keadaan Muslimin ternyata bertambah kuat setelah Muhammad
membangkitkan semangat mereka, turut hadir di tengah-tengah
mereka, mendorong mereka mengadakan perlawanan terhadap musuh.
Ia menyerukan kepada mereka, bahwa surga bagi mereka yang
telah teruji baik dan langsung terjun ke tengah-tengah musuh.
Dalam hal ini kaum Muslimin mengarahkan perhatiannya pada
pemuka-pemuka dan pemimpin-pemimpin Quraisy. Mereka hendak
dikikis habis sebagai balasan yang seimbang tatkala mereka
disiksa di Mekah dulu, dirintangi memasuki Mesjid Suci dan
berjuang untuk Allah. Bilal melihat Umayya b. Khalaf dan
anaknya, begitu juga beberapa orang Islam melihat mereka yang
dikenalnya di Mekah dulu. Umayya ini adalah orang yang pernah
menyiksa Bilal dulu, ketika ia dibawanya ketengah-tengah
padang pasir yang paling panas di Mekah. Ditelentangkannya ia
di tempat itu lalu ditindihkannya batu besar di dadanya,
dengan maksud supaya ia meninggalkan Islam. Tetapi Bilal hanya
berkata: "Ahad, Ahad.10 Yang Satu, Yang Satu."

Ketika dilihatnya Umayya, Bilal berkata:

"Umayya, moyang kafir. Takkan selamat aku, kalau kau lolos!"

Beberapa orang dari kalangan Muslimin mengelilingi Umayya
dengan tujuan jangan sampai ia terbunuh dan akan dibawanya
sebagai tawanan.

Tetapi Bilal di tengah-tengah orang banyak itu berteriak
sekeras-kerasnya:

"Sekalian tentara Tuhan! Ini Umayya b. Khalaf kepala kafir.
Takkan selamat aku kalau ia lolos."

Orang banyak berkumpul. Tetapi Bilal tak dapat diredakan lagi,
dan Umayya dibunuhnya. Ketika itu Mu'adh b. 'Amr b. Jamuh juga
dapat menewaskan Abu Jahl b. Hisyam. Kemudian Hamzah, Ali dan
pahlawan-pahlawan Islam yang lain menyerbu ke tengah-tengah
pertempuran sengit itu. Mereka sudah lupa akan dirinya
masing-masing dan lupa pula akan jumlah kawan-kawannya yang
hanya sedikit berhadapan dengan musuh yang begitu besar.

Debu dan pasir halus membubung dan beterbangan memenuhi udara.
Kepala-kepala ketika itu sudah lepas berjatuhan dari tubuh
Quraisy. Berkat iman yang teguh keadaan Muslimin bertambah
kuat juga. Dengan gembira mereka berseru: Ahad, Ahad. Di
hadapan mereka kini terbuka tabir ruang dan waktu, sebagai
bantuan Tuhan kepada mereka dengan para malaikat yang
memberikan berita gembira, yang membuat iman mereka bertambah
teguh, sehingga bila salah seorang dari mereka mengangkat
pedang dan mengayunkannya ke leher musuh, seolah-olah tangan
mereka digerakkan dengan tenaga Tuhan.

Di tengah-tengah medan pertempuran yang sedang sibuk
dikunjungi malaikat maut memunguti leher orang-orang kafir
itu, Muhammad berdiri. Diambilnya segenggam pasir,
dihadapkannya kepada Quraisy. "Celakalah wajah-wajah mereka
itu!" katanya sambil menaburkan pasir itu kearah mereka.
Sahabat-sahabatnya lalu diberi komando:

"Serbu!"