Loading...

02 November 2009

FatahKun

Perang Badar (bagian 1)

Keberangkatan Abu Sufyan ke Syam - Usaha Muslimin
memotong jalan Berangkat dengan sukses Ditunggu
kembalinya - Quraisy mengetahui persiapan Muslimin -
Mereka berangkat ke Badr - Perdagangan Abu Sufyan
selamat - Quraisy dan Muslimin ragu-ragu akan berperang
- Hilangnya keraguan - Posisi kedua belah pihak di Badr
- Semangat dan kemenangan Muslimin

SATUAN Abdullah b. Jahsy merupakan persimpangan jalan dalam
strategi politik Islam. Ketika itulah Waqid b. Abdullah
at-Tamimi melepaskan anak panahnya dan mengenai 'Amr
bin'l-Hadzrami hingga ia tewas. Ini adalah darah pertama
ditumpahkan oleh Muslimin. Karena itu pula ayat yang kita
sebutkan tadi turun. Sebagai kelanjutannya maka diundangkan
perang terhadap mereka yang mau memfitnah dan mengalihkan kaum
Muslimin dan agamanya serta menghalangi mereka dan jalan
Allah. Juga satuan ini merupakan persimpangan jalan dalam
strategi politik Muslimin terhadap Quraisy, karena dengan ini
keduanya dapat berhadapan sama kuat. Sesudah itu kaum Muslimin
jadi berpikir lebih sungguh-sungguh lagi dalam membebaskan
harta-benda mereka dalam menghadapi Quraisy. Disamping itu
pihak Quraisy berusaha menghasut seluruh Jazirah Arab, bahwa
Muhammad dan sahabat-sahabatnya melakukan pembunuhan dalam
bulan suci. Muhammadpun yakin sudah, bahwa harapan akan dapat
bekerja sama dengan jalan persetujuan yang sebaik-baiknya
dengan mereka sudah tak ada lagi.

Pada permulaan musim rontok tahun kedua Hijrah, Abu Sufyan
berangkat membawa perdagangan yang cukup besar, menuju Syam.
Perjalanan dagang inilah yang ingin dicegat oleh orang-orang
Islam ketika Nabi s.a.w. dulu pergi ke 'Usyaira. Tetapi
tatkala mereka sampai kafilah Abu Sufyan sudah lewat dua hari
lebih dulu sebelum ia tiba di tempat tersebut. Sekarang kaum
Muslimin bertekad menunggu mereka kembali. Sementara Muhammad
menantikan mereka kembali dari Syam itu, dikirimnya Talha b.
'Ubaidillah dan Sa'id b. Zaid menunggu berita-berita. Mereka
berdua berangkat, dan sesampainya di tempat Kasyd al-Juhani di
bilangan Haura'2, mereka bersembunyi, menunggu hingga kafilah
itu lewat. Kemudian cepat-cepat mereka berdua menemui Muhammad
guna memberitahukan keadaan mereka.

Tetapi belum lagi selesai Muhammad menunggu kedatangan kedua
utusan itu dari Haura' beserta kabar tentang kafilah yang akan
dibawanya, lebih dulu sudah tersebar berita tentang adanya
sebuah rombongan kafilah besar, dan bahwa seluruh penduduk
Mekah punya saham di situ. Tak ada penduduk laki-laki atau
wanita yang dapat memberikan sahamnya yang tidak ikut serta,
sehingga seluruhnya mencapai jumlah 50.000 dinar. Ia kuatir,
kalau masih menunggu lagi kafilah itu kembali ke Mekah, mereka
akan menghilang seperti ketika berangkat ke Syam dulu. Oleh
karena itu ia segera mengutus kaum Muslimin dengan mengatakan:

"Ini adalah kafilah Quraisy. Berangkatlah kamu ke sana.
Mudah-mudahan Tuhan memberikan kelebihan kepada kamu."

Ada orang yang segera menyambutnya dan ada pula yang masih
merasa berat-berat. Dan ada lagi orang-orang yang belum Islam
ingin bergabung karena mereka hanya ingin mendapatkan harta
rampasannya saja. Tetapi Muhammad menolak penggabungan mereka
ini sebelum mereka beriman kepada Allah dan RasulNya.

Sementara itu Abu Sufyan sudah mengetahui pula akan kepergian
Muhammad yang akan mencegat kafilahnya dalam perjalanan ke
Syam. Ia kuatir kalau-kalau kaum Muslimin akan mencegatnya
bila ia kembali dengan membawa laba perdagangan. Sekarang ia
tinggal menunggu berita tentang mereka itu, termasuk Kasyd
Juhani yang pernah dikunjungi oleh kedua utusan Muhammad di
Haura' itu, di antara orang yang ditanyainya. Sekalipun Juhani
belum mempercayai berita tersebut, tapi berita tentang
Muhammad, kaum Muhajirin dan Anshar sudah sampai juga
kepadanya seperti tersebarnya berita itu dulu kepada Muhammad.
Ia merasa kuatir juga kalau dari pihak Quraisy pengawalan
kafilah hanya terdiri dari tiga puluh atau empat puluh orang
saja.

Ketika itulah ia lalu mengupah Dzamdzam b. 'Amr al-Ghifari
supaya cepat-cepat pergi ke Mekah untuk mengerahkan Quraisy
menolong harta-benda mereka, juga diberitahukannya, bahwa
Muhammad dan sahabat-sahabatnya sedang mengancam.

Setibanya di Mekah, ketika berada di tengah-tengah sebuah
lembah, dipotongnya kedua telinga dan hidung untanya,
dibalikkannya pelananya dan dia sendiri berhenti di tempat itu
sambil berteriak-teriak memberitahukan, dengan mengenakan baju
yang sudah dikoyak-koyak bagian depan dan belakangnya:

"Hai orang-orang Quraisy! Kafilah, kafilah! harta bendamu di
tangan Abu Sufyan telah dicegat oleh Muhammad dan
sahabat-sahabatnya. Kamu sekalian harus segera menyusul. Perlu
pertolongan! Pertolongan!"

Mendengar ini Abu Jahl segera memanggil orang-orang di sekitar
Ka'bah. Mereka dikerahkan. Abu Jahl adalah seorang laki-laki
berbadan kecil, berwajah keras dengan lidah dan pandangan mata
yang tajam. Sebenarnya orang-orang Quraisy itu sudah tidak
perlu lagi dikerahkan karena setiap orang sudah punya saham
sendiri-sendiri dalam kafilah itu.

Sungguhpun begitu ada juga penduduk Mekah itu sebagian yang
sudah merasakan adanya kekejaman Quraisy terhadap kaum
Muslimin sehingga menyebabkan mereka terpaksa hijrah ke
Abisinia dan kemudian hijrah ke Medinah. Mereka ini masih
maju-mundur: akan turut juga berperang mempertahankan
harta-benda mereka, atau akan tinggal diam saja dengan harapan
kalau-kalau kafilah itu tidak mengalami sesuatu gangguan.
Mereka ini masih ingat bahwa dulu antara kabilah Quraisy dan
kabilah Kinana ada tuntutan darah yang dilakukan oleh kedua
belah pihak. Apabila mereka ini cepat-cepat menghadapi
Muhammad dalam membela kafilah itu, mereka kuatir akan diserbu
oleh Banu Bakr (dari Kinana) dari belakang. Alasan demikian
ini hampir saja memperkuat pendapat yang ingin tinggal diam
saja, kalau tidak lalu datang Malik b. Ju'syum (Mudlij),
seorang pemuka Banu Kinana.

"Bagi kamu aku adalah jaminan, bahwa Kinana tidak akan
melakukan sesuatu di belakang kamu yang akan merugikan kamu
sekalian."

Dengan demikian orang-orang semacam Abu Jahl, 'Amir
al-Hadzrami serta penganjur-penganjur perang menentang
Muhammad dan pengikut-pengikutnya, mendapat dukungan kuat. Tak
ada alasan bagi orang yang mampu berperang itu yang akan
tinggal di belakang atau akan menggantikannya kepada orang
lain. Dari pemuka-pemuka Quraisypun tak ada yang ketinggalan,
kecuali Abu Lahab yang diwakili oleh al-'Ash b. Hisyam b.
Mughira. Orang ini punya hutang kepadanya (Abu Lahab) sebanyak
4000 dirham yang tak dibayar sehingga ia bangkrut karenanya.
Sedang Uamyya b. Khalaf sudah bertekad akan tinggal diam. Dia
sebagai orang terpandang, yang sudah tua sekali usianya,
badannya gemuk dan berat.

Ketika itu ia didatangi oleh 'Uqba b. Abi Mu'ait dan Abu Jahl
ke mesjid. 'Uqba membawa perapian dengan kemenyan sedang Abu
Jahl membawa tempat celak dan pemalitnya. 'Uqba meletakkan
tempat api itu di depannya seraya berkata:

"Abu Ali,3 gunakanlah perapian dan menyan ini, sebab kau
wanita."

"Pakailah celak ini, Abu Ali, sebab kau perempuan," kata Abu
Jahl.

"Belikan buat aku seekor unta yang terbaik di lembah ini,"
jawab Umayya.

Lalu iapun pergi bersama mereka. Sekarang tiada seorangpun
yang mampu bertempur yang masih tinggal di Mekah.

Pada hari kedelapan bulan Ramadan tahun kedua Hijrah, Nabi
s.a.w. berangkat dengan sahabat-sahabatnya meninggalkan
Medinah. Pimpinan sembahyang diserahkan kepada 'Amr b. Umm
Maktum, sedang pimpinan Medinah kepada Abu Lubaba dari Rauha'.
Dalam perjalanan ini Muslimin didahului oleh dua bendera
hitam. Mereka membawa tujuhpuluh ekor unta, yang dinaiki
dengan cara silih berganti. Setiap dua orang, setiap tiga
orang dan setiap empat orang bergantian naik seekor unta.
Dalam hal ini Muhammad juga mendapat bagian sama seperti
sahabat-sahabatnya yang lain. Dia, Ali b. Abi Talib dan
Marthad b. Marthad al-Ghanawi bergantian naik seekor unta. Abu
Bakr, Umar dan Abdur-Rahman b. 'Auf bergantian juga dengan
seekor unta. Jumlah mereka yang berangkat bersama Muhammad
dalam ekspedisi ini terdiri dari tiga ratus lima orang,
delapanpuluh tiga di antaranya Muhajirin, enampuluh satu orang
Aus dan yang selebihnya dari Khazraj.

Karena dikuatirkan Abu Sufyan akan menghilang lagi,
cepat-cepat mereka berangkat sambil terus berusaha mengikuti
berita-berita tentang orang ini di mana saja mereka
berada.Tatkala sampai di 'Irq'z-Zubya mereka bertemu dengan
seorang orang Arab gunung yang ketika ditanyai tentang
rombongan itu, ternyata ia tidak mendapat berita apa-apa.
Mereka meneruskan perjalanan hingga sampai di sebuah wadi
bernama Dhafiran; di tempat itu mereka turun. Di tempat inilah
mereka mendapat berita, bahwa pihak Quraisy sudah berangkat
dari Mekah, akan melindungi kafilah mereka.

Ketika itu suasananya sudah berubah. Kini kaum Muslimin dari
kalangan Muhajirin dan Anshar bukan lagi berhadapan dengan Abu
Sufyan dengan kalifahnya serta tigapuluh atau empatpuluh orang
rombongannya itu saja, yang takkan dapat melawan Muhammad dan
sahabat-sahabatnya, melainkan Mekah dengan seluruh isinya
sekarang keluar dipimpin oleh pemuka-pemuka mereka sendiri
guna membela perdagangan mereka itu.

Andaikata pihak Muslimin sudah dapat mengejar Abu Sufyan, dan
beberapa orang dari rombongan itu sudah dapat ditawan, unta
beserta muatannya sudah dapat dikuasai, pihak Quraisypun tentu
akan segera pula dapat menyusul mereka. Soalnya karena
terdorong oleh rasa cintanya kepada harta dan ingin
mempertahankannya. Mereka merasa sudah didukung oleh sejumlah
orang dan perlengkapan yang cukup besar. Mereka bertekad akan
bertempur dan mengambil kembali harta mereka, atau bersedia
mati untuk itu.

Tetapi sebaliknya, apabila Muhammad kembali ke tempat semula,
pihak Quraisy dan Yahudi Medinah tentu merasa mendapat angin.
Dia sendiri terpaksa akan berada dalam situasi yang serba
dibuat-buat, sahabat-sahabatnya pun terpaksa akan memikul
segala tekanan dan gangguan Yahudi Medinah, seperti gangguan
yang pernah mereka alami dari pihak Quraisy di Mekah dahulu.
Ya, apabila ia menyerah kepada situasi semacam itu, mustahil
sekali kebenaran akan dapat ditegakkan dan Tuhan akan
memberikan pertolongan dalam menegakkan agama itu.

Sekarang ia bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya.
Diberitahukannya kepada mereka tentang keadaan Quraisy menurut
berita yang sudah diterimanya. Abu Bakr dan Umar juga lalu
memberikan pendapat. Kemudian Miqdad b. 'Amr tampil
mengatakan:

"Rasulullah, teruskanlah apa yang sudah ditunjukkan Allah.
Kami akan bersama tuan. Kami tidak akan mengatakan seperti
Banu Israil yang berkata kepada Musa: "Pergilahkamu bersama
Tuhanmu, dan berperanglah. Kami di sini akan tinggal menunggu.
Tetapi, pergilah engkau dan Tuhanmu, dan berperanglah, kami
bersamamu akan juga turut berjuang."

Semua orang diam.

"Berikan pendapat kamu sekalian kepadaku," kata Rasul lagi.
Kata-kata ini sebenarnya ditujukan kepada pihak Anshar yang
telah menyatakan Ikrar 'Aqaba, bahwa mereka akan melindunginya
seperti terhadap sanak keluarganya sendiri, tapi mereka tidak
mengadakan ikrar itu untuk mengadakan serangan keluar Medinah.

Tatkala pihak Anshar merasa bahwa memang mereka yang dimaksud,
maka Sa'd b. Musadh yang memegang pimpinan mereka menoleh
kepada Muhammad.

"Agaknya yang dimaksud Rasulullah adalah kami," katanya.

"Ya," jawab Rasul.

"Kami telah percaya kepada Rasul dan membenarkan," kata Sa'd
pula, "Kamipun telah menyaksikan bahwa apa yang kaubawa itu
adalah benar. Kami telah memberikan janji kami dan jaminan
kami, bahwa kami akan tetap taat setia. Laksanakanlah
kehendakmu, kami disampingmu. Demi yang telah mengutus kamu,
sekiranya kaubentangkan lautan di hadapan kami, lalu kau
terjun menyeberanginya, kamipun akan terjun bersamamu, dan tak
seorangpun dari kami akan tinggal di belakang. Kami takkan
segan-segan menghadapi musuh kita besok. Kami cukup tabah
dalam perang, cukup setia bertempur. Semoga Tuhan membuktikan
segalanya dari kami yang akan menyenangkan hatimu. Ajaklah
kami bersama, dengan berkah Tuhan."

Begitu Sa'd selesai bicara, wajah Muhammad tampak berseri.
Tampaknya ia puas sekali; seraya katanya:

"Berangkatlah, dan gembirakan! Allah sudah menjanjikan
kepadaku atas salah satunya dari dua kelompok4 itu.
Seolah-olah kini kehancuran mereka itu tampak di hadapanku."

Merekapun lalu berangkat semua. Ketika sampai pada suatu
tempat dekat Badr, Muhammad pergi lagi dengan untanya sendiri.
Ia menemui seorang orang Arab tua. Kepada orang ini ia
menanyakan Quraisy dan menanyakan Muhammad dan
sahabat-sahabatnya, yang kemudian daripadanya diketahui, bahwa
kafilah Quraisy berada tidak jauh dari tempat itu.

Lalu kembali lagi ia ke tempat sahabat-sahabatnya. Ali b. Abi
Talib, Zubair bin'l-Awwam, Sa'd b. Abi Waqqash serta beberapa
orang sahabat lainnya segera ditugaskan mengumpulkan
berita-berita dari sebuah tempat di Badr. Kurir ini segera
kembali dengan membawa dua orang anak. Dari kedua orang ini
Muhammad mengetahui, bahwa pihak Quraisy kini berada di balik
bukit pasir di tepi ujung Wadi.5 Ketika mereka menjawab, bahwa
mereka tidak mengetahui berapa jumlah pihak Quraisy, ditanya
lagi oleh Muhammad:

"Berapa ekor ternak yang mereka potong tiap hari?"

"Kadang sehari sembilan, kadang sehari sepuluh ekor," jawab
mereka.

Dengan demikian Nabi dapat mengambil kesimpulan, bahwa mereka
terdiri dari antara 900 sampai 1000 orang. Juga dari kedua
anak itu dapat diketahui bahwa bangsawan-bangsawan Quraisy
ikut serta memperkuat diri

Lalu katanya kepada sahabat-sahabatnya:

"Lihat. Sekarang Mekah sudah menghadapkan semua bunga
bangsanya kepada kita."

Mau tidak mau, sekarang ia dan sahabat-sahabatnya harus
berhadapan dengan suatu golongan yang jumlahnya tiga kali jauh
lebih besar. Mereka harus mengerahkan seluruh semangat, harus
mengadakan persiapan mental menghadapi kekerasan itu. Mereka
harus siap menunggu suatu pertempuran sengit dan dahsyat, yang
takkan dapat dimenangkan kecuali oleh iman yang kuat memenuhi
kalbu, iman dan kepercayaan akan adanya kemenangan itu.

Bilamana Ali sudah kembali dengan kedua orang anak yang
membawa berita tentang Quraisy itu, dua orang Muslimin lainnya
lalu berangkat lagi menuju lembah Badr. Mereka berhenti di
atas sebuah bukit tidak jauh dari tempat air, dikeluarkannya
tempat persediaan airnya, dan di sini mereka mengisi air itu.

Sementara mereka berada di tempat air, terdengar ada suara
seorang budak perempuan, yang agaknya sedang menagih hutang
kepada seorang wanita lainnya, yang lalu dijawab:

"Kafilah dagang besok atau lusa akan datang. Pekerjaan akan
kuselesaikan dengan mereka dan hutang segera akan kubayar."

Kedua laki-laki itu kembali. Disampaikannya apa yang telah
mereka dengar itu kepada Muhammad.

Tetapi, dalam pada itu Abu Sufyan sudah mendahului kafilahnya
mencari-cari berita. Ia kuatir Muhammad akan sudah lebih dulu
ada di jalan itu. Sesampainya di tempat air ia bertemu dengan
Majdi b. 'Amr.

"Ada kau melihat orang tadi?" tanyanya.

Majdi menjawab bahwa ia melihat ada dua orang berhenti di
bukit itu sambil ia menunjuk ke tempat dua orang laki-laki
Muslim itu tadi berhenti. Abu Sufyanpun pergi mendatangi
tempat perhentian tersebut. Dilihatnya ada kotoran dua ekor
unta dan setelah diperiksanya, diketahuinya, bahwa biji
kotoran itu berasal dari makanan ternak Yathrib.

Cepat-cepat ia kembali menemui teman-temannya dan membatalkan
perjalanannya melalui jalan semula. Dengan tergesa-gesa sekali
sekarang ia memutar haluan melalui jalan pantai laut. Jaraknya
dengan Muhammad sudah jauh, dan dia dapat meloloskan diri.

Hingga keesokan harinya kaum Muslimin masih menantikan kafilah
itu akan lewat. Tetapi setelah ada berita-berita bahwa ia
sudah lolos dan yang masih ada di dekat mereka sekarang adalah
angkatan perang Quraisy, beberapa orang yang tadinya mempunyai
harapan penuh akan beroleh harta rampasan, terbalik menjadi
layu. Beberapa orang bertukar pikiran dengan Nabi dengan
maksud supaya kembali saja ke Medinah, tidak perlu berhadapan
dengan mereka yang datang dari Mekah hendak berperang. Ketika
itu datang firman Tuhan:

"Ingat! Tuhan menjanjikan kamu salah satu dari dua keIompok
(musuh) itu untuk kamu. Sedang kamu menginginkan, bahwa yang
tidak bersenjata itulah yang untuk kamu. Tetapi Allah mau
membuktikan kebenaran itu sesuai dengan ayat-ayatNya, dan akan
merabut akar orang-orang yang tak beriman itu."6

Pada pihak Quraisy juga begitu. Perlu apa mereka berperang,
perdagangan mereka sudah selamat? Bukankah lebih baik mereka
kembali ke tempat semula, dan membiarkan pihak Islam kembali
ke tempat mereka. Abu Sufyan juga berpikir begitu. Itu
sebabnya ia mengirim utusan kepada Quraisy mengatakan: Kamu
telah berangkat guna menjaga kafilah dagang, orang-orang serta
harta-benda kita. Sekarang kita sudah diselamatkan Tuhan.
Kembalilah. Tidak sedikit dari pihak Quraisy sendiri yang juga
mendukung pendapat ini.