Loading...

18 March 2010

FatahKun

Selamat Atas Kesabaran Anda



جَنَّـٰتُ عَدۡنٍ۬ يَدۡخُلُونَہَا وَمَن صَلَحَ مِنۡ ءَابَآٮِٕہِمۡ وَأَزۡوَٲجِهِمۡ وَذُرِّيَّـٰتِہِمۡ‌ۖ وَٱلۡمَلَـٰٓٮِٕكَةُ يَدۡخُلُونَ عَلَيۡہِم مِّن كُلِّ بَابٍ *  سَلَـٰمٌ عَلَيۡكُم بِمَا صَبَرۡتُمۡ‌ۚ فَنِعۡمَ عُقۡبَى ٱلدَّارِ 

"(Yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang shalih dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, )sambil mengucapkan), "keselamatan atasmu berkat kesabaranmu" Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu." (QS. Ar-ra'du : 23-24)

Ini adalah kenikmatan yang sempurna. Para penghuni jannah tidak hanya mengenyam segala kenikmatan, keindahan dan kelezatan. Namun mereka juga bisa merayakan kesenangan itu bersama orang-orang dekat yang dicintainya. Bapak, isteri dan anak cucunya yang beriman. Hal ini menjadi penyempurna kenikmatan yang dirasakan penghuni jannah.

Di level jannah manakah mereka dikumpulkan?
Mungkin ada yang bertanya-tanya. Bukankah dalam satu keluarga, apalagi secara turun temurun, masing- masing memilikitingkatan iman dan amal yang berbeda-beda? Dari yang palin rendah keimanan dan kebagusan amalnya, hingga yang paling tinggi diantara mereka? Bukankah jannah juga bertingkat-tingkat derajat dan keutamaannya? Bagaimana mereka dikumpulkan satu sama lain?

Ibnu katsier Rahimahullah memberikan jawaban saat menafsirkan ayat tersebut, "Allah akan mengumpulkan mereka semuanya, juga orang yang mereka cintai di dalam jannah, baik ayah, keluarga, dan anak keturunan yang pantas masuk jannah dan beriman. Agar mereka merasakan kesenangan, dan diangkatlah orang-orang yang derajat (jannah)nya paling rendah menuju derajat yang paling tinggi dikalangan mereka. Ini merupakan karunia Allah dan kemurahan-Nya, tanpa mengurangi derajat orang yang paling tinggi derajatnya, sebagaimana firman Allah juga,

"Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya." (QS. Ath-Thuur : 21)

Ya, mereka akan dikumpulkan di level jannha yang paling tinggi di antara mereka. Sa'id bin Jubeir Rahimahullah meriwayatkan, "Dari Ibnu Abbas, aku (Sa'id) menduga bahwa Ibnu Abbas mendengarnya dari Nabi SAW berkata, "Jika seseorang masuk kedalam jannha, dia bertanya perihal kedua orangtuanya, isteri maupun anaknya. Lalu dikatakan, "Mereka tidak mencapai (satu level dengan) derajatmu." Lalu dia berdo'a, "Wahai Rabbi, aku telah beramal demi aku dan juga mereka." Maka iapun dipertemukan dengan mereka (menjadi satu derajat)." Kemudian Ibnu Abbas membacakan Firman Allah diatas.

Jika demikian, alangkah pantasnya dalam sebuah rumah tangga ditegakkan amar ma'ruf nahi mungkar, dilestarikan pula tradisi "tasaabuq bil khairaat ; berlomba dalam kebaikan". Agar kelak derajat yang tinggi dijannah bisa dicapai, dan semua turut melaksanakannya, insya Allah.

Ucapan Selamat Dari Malaikat
Pada saat rombongan orang-orang shalih yang saling mencintai itu masuk jannah, disambut oleh para malaikat dengan tahni'ah (ucapan selamat) yang sangat indah , "salaaman alaikum bimaa shabartum", "keselamatan atasmu berkat kesabaranmu". Tahni'ah ini seakan mengandung jawaban dari sebuah pertanyaan, "Usaha apa yang mereka lakukan di dunia hingga mereka bisa masuk ke dalam jannah?" Jawabannya, usaha yang mereka lakukan di dunia adalah kesabaran. Karena setiap tuntutan keimanan, lini kebaikan dan amal shalih membutuhkan kesabaran, dan setiap kebaikan pastilah ada unsur kesabaran didalamnya.

Terlalu sempit jika kesabaran hanya dimaknai dengan ketahanan jiwa saat menghadapi musibah atau sesuatu yang tidak disukai terjadi. Aplikasi kesabaran jauh lebih luas dari itu. Amal kebaikan dalam bentuk fi'lul ma'mur, menjalakan perintah Allah, maupun dalam bentuk tarkul madzkur, meninggalkan larangan-Nya bisa terwujud lantaran besabaran.

Bahkan sabar dalam menghadapi musibah relatif lebih ringan menurut para ulama, dibanding kesabaran tatkala menahan diri dari maksiat. Seperti yang diakatakn oleh Maimun bin Mahran ra, "sabar ketika menghadapi musibah itu baik, tapi bersabar tatkala menahan diri dari maksiat itu lebih baik lagi."

Sabar dalam mencegah diri dari maksiat lebih sulit diwujudkan, karena bersifat ikhtiyari. Terpampang dihadapannya dua pilihan, memilih pahitnya menahan diri dari kesenangan hawa nafsu, atau mengenyam manisnya maksiat namun berujung kepada dosa. Berbeda dengan sabar menghdapi musibah yang bersifat idhthirari, ada unsur keterpaksaan. Artinya, sabar atau tidak sabar, musibah yang dialami itu tidak bisa dihindari, karena telah terjadi. Dengan mengeluh, menangis, bersedih atau bahkan mencela takdir, tidak akan bisa mengulang musibah menjadi nikmat.

Karena itulah, kesabaran yusuf ketika mneghadapi imra'atul aziz (Zulaikha) lebih berat dan lebih agung daripada kesabaran beliau saat dimasukkan kedalam sumur, sabar ataukah tidak, takdir telah terjadi, beliau sudah masuk sumur. Berbeda denga kesabaran beliau saat menghadapi zulaikha, jika mau, beliau bisa saja menuruti kecenderungannya yang memang ada ketertarikan untuk itu.

Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu.....(QS. Yusuf : 24)

Tapi beliau memilih untuk bersabar karena takut kepada Allah.

Jenis kesabaran yang lain adalah sabar dalam menjalani ketaatan. Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berpendapat, sabar dalam menjalani ketaatan  lebih berat dan lebih utama daripada sabar dalam menghindari maksiat. Karena umumnya al-fi'lu (berbuat) lebih berat dari at-tarku (meninggalkan). Dan umumnya, perintah itu sesuatu yang berat bagi nafsu, apalagi tuntutannya harus dilakukan secara istiqamah. Wallahu 'alam.

Yang jelas, seluruh bentuk ketaatan, membutuhkan kesabaran untuk menjalankannya, sebagaimana kesabaran dibutuhkan juga saat menghadapi musbiah dan menjauhi maksiat. Semoga Allah memberikan karunia kesabaran kepada kita, Amin....