Bagi umat Islam, nama Free Masonry sudah tidak asing lagi. Organisasi ini pernah beroperasi di Indonesia selama 200 tahun. Dalam buku Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, karya Dr. Th Steven dijelaskan misi organisasi yang memiliki simbol Bintang David ini: ”Setiap insan Mason Bebas mengemban tugas, dimana pun dia berada dan bekerja,untuk memajukan segala sesuatu yang mempersatukan dan menghapus pemisah antar manusia.”
Cermatilah misi Free Mason ini! Yakni, “menghapus pemisah antar manusia!”. salah satu yang sianggap sebagai pemisah antar manusia adalah ”agama”. Maka, jangan heran, jika banyak manusia berteriak lantang: ”semua agama adalah sama”. Atau, ”semua agama adalah benar, karena merupakan jalan yang sama-sama sah untuk menuju Tuhan yang satu.” Siapa pun Tuhan itu, tidak dipedulikan. Yang penting Tuhan! Ada yang menulis bahwa agama adalah sumber konflik, sehingga perlu dihapuskan secara perlahan-lahan. Free Mason menyatakan tidak memusuhi agama, tetapi misinya jelas menghapus pemisah antar manusia, termasuk di dalamnya adalah agama.
Sejak awal abad ke-18, Freemasonry telah merambah ke berbagai dunia. Di AS, misalnya, sejak didirikan pada 1733, Free Mason segera menyebar luas ke negara itu, sehingga orang-orang seperti George Washington, Thomas Jefferson, John Hancock, Benjamin Franklin menjadi anggotanya. Prinsip Freemasonry adalah “Liberty, Equality, and Fraternity”. (Lihat, A New Encyclopedia of Freemasonry, (New York: Wing Books, 1996).
Harun Yahya, dalam bukunya, Ksatria-kstaria Templar Cikal Bakal Gerakan Free Masonry (Terj.), mengungkap upaya kaum Free Mason di Turki Utsmani untuk menggusur Islam dengan paham humanisme. Dalam suratnya kepada seorang petinggi Turki Utsmani, Mustafa Rasid Pasya, August Comte menulis, “Sekali Utsmaniyah mengganti keimanan mereka terhadap Tuhan dengan humanisme, maka tujuan di atas akan cepat dapat tercapai.” Comte yang dikenal sebagai penggagas aliran positivisme juga mendesak agar Islam diganti dengan positivisme.
Paham humanisme sekular adalah paham Free Mason, yang kemudian diglobalkan – salah satunya – melalui konsep HAM. Maka, jangan heran, jika Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang ditetapkan tahun 1948 sarat dengan muatan humanisme dan tidak berdasarkan agama tertentu. Karena itulah, sejumlah pasalnya jelas-jelas bertabrakan dengan konsep Islam. Kata mereka, konsep HAM itu universal dan bisa diterima semua umat manusia. Faktanya, dunia Islam menolak pasal 16 dan 18 DUHAM (tentang kekebasan perkawinan dan kebebasan untuk pindah agama). Dunia Islam mengajukan gagasan alternatif dalam Deklarasi Kairo yang tetap mempertahankan faktor agama dalam konsep perkawinan dan kebebasan beragama.
Kaum Yahudi tentu saja banyak yang aktif di organisasi seperti Free Mason ini. Di Turki Utsmani, tokoh-tokoh Yahudi di Free Mason memberikan pengaruh besar terhadap pemikiran para aktivis Gerakan Turki Muda. Bahkan, kuat sekali indikasinya, Yahudi merancang dan mendominasi arah organisasi lintas agama ini. Dan ini sangat bisa dipahami. Selama ribuan tahun Yahudi menjadi korban penindasan kaum Kristen di Eropa. Dengan berkembangnya aktivitas Free Mason, maka secara otomatis, penindasan terhadap Yahudi bisa semakin diminimalkan. Karena itulah, di Eropa organisasi yang membawa misi kaum Templar ini menjadi musuh Gereja.
Meskipun mengaku bukan sebagai satu agama tersendiri, tetapi Free Mason juga memiliki ajaran ketuhanan dan tata cara ritual tersendiri. Buku Dr. Th Steven dihiasi dengan banyak foto tempat-tempat pemujaan Free Mason di Jakarta, Surabaya, Makasar, Medan, Palembang, dan sebagainya. Sejumlah tokoh nasional juga disebutkan menjadi anggotanya. Siapakah Tuhan yang dipuja pengikut Free Mason? Tidak jelas!
Dengan memposisikan dirinya di luar agama-agama yang ada, maka Free Mason lebih mengedepankan problematika kemanusiaan, lintas agama. Humanisme menjadi paham panutan. Misi kemanusiaan yang tidak berdasarkan agama inilah yang ironisnya, kini dicoba dikembangkan dalam berbagai buku studi dan pemikiran Islam. Sadar atau tidak, masuknya misi ini dimulai dengan upaya untuk menghilangkan klaim kebenaran (truth claim). Jika umat beragama tidak lagi meyakini kebenaran agamanya sendiri, maka dia menjadi pembenar semua agama. Sikap netral agama dianggap sebagai sikap ilmiah, elegan, dan terpuji. Orang yang meyakini kebenaran agamanya sendiri dianggap sebagai orang jahat, arogan, dan tidak toleran.
Simaklah berbagai pernyataan berikut yang sejalan dengan pemikiran limtas agama gaya Free Mason. Dalam buku Agama Masa Depan, karya Prof. Komaruddin Hidayat (rektor UIN Jakarta) dan M. Wahyuni Nafis, ditulis: “Kebenaran abadi yang universal akan selalu ditemukan pada setiap agama, walaupun masing-masing tradisi agama memiliki bahasa dan bungkusnya yang berbeda-beda.” (hal. 130).
Dalam sebuah buku berjudul Kado Cinta bagi Pasangan Nikah Beda Agama (2008) dikatakan: “…bila Anda telah menancapkan komitmen untuk membangun rumah tangga beda iman, jalani dengan tenang dan sejuk dinamika ini. Tidak perlu dirisaukan dan diresahkan. Yang terpenting, mantapkan iman Anda dan lakukan amal kebaikan kepada manusia. Semua itu tidak percuma dan sia-sia. Beragama apapun Anda, amal kebaikan dan amal kemanusiaan tetap amal kebaikan. Pasti ada pahalanya dan akan disenangi Tuhan.” (hal. 235).
Mudah-mudahan kita waspada dengan berbagai upaya untuk merusak agama, baik yang berasal dari kaum Yahudi atau yang para pengikut jejak Yahudi.
Cermatilah misi Free Mason ini! Yakni, “menghapus pemisah antar manusia!”. salah satu yang sianggap sebagai pemisah antar manusia adalah ”agama”. Maka, jangan heran, jika banyak manusia berteriak lantang: ”semua agama adalah sama”. Atau, ”semua agama adalah benar, karena merupakan jalan yang sama-sama sah untuk menuju Tuhan yang satu.” Siapa pun Tuhan itu, tidak dipedulikan. Yang penting Tuhan! Ada yang menulis bahwa agama adalah sumber konflik, sehingga perlu dihapuskan secara perlahan-lahan. Free Mason menyatakan tidak memusuhi agama, tetapi misinya jelas menghapus pemisah antar manusia, termasuk di dalamnya adalah agama.
Sejak awal abad ke-18, Freemasonry telah merambah ke berbagai dunia. Di AS, misalnya, sejak didirikan pada 1733, Free Mason segera menyebar luas ke negara itu, sehingga orang-orang seperti George Washington, Thomas Jefferson, John Hancock, Benjamin Franklin menjadi anggotanya. Prinsip Freemasonry adalah “Liberty, Equality, and Fraternity”. (Lihat, A New Encyclopedia of Freemasonry, (New York: Wing Books, 1996).
Harun Yahya, dalam bukunya, Ksatria-kstaria Templar Cikal Bakal Gerakan Free Masonry (Terj.), mengungkap upaya kaum Free Mason di Turki Utsmani untuk menggusur Islam dengan paham humanisme. Dalam suratnya kepada seorang petinggi Turki Utsmani, Mustafa Rasid Pasya, August Comte menulis, “Sekali Utsmaniyah mengganti keimanan mereka terhadap Tuhan dengan humanisme, maka tujuan di atas akan cepat dapat tercapai.” Comte yang dikenal sebagai penggagas aliran positivisme juga mendesak agar Islam diganti dengan positivisme.
Paham humanisme sekular adalah paham Free Mason, yang kemudian diglobalkan – salah satunya – melalui konsep HAM. Maka, jangan heran, jika Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang ditetapkan tahun 1948 sarat dengan muatan humanisme dan tidak berdasarkan agama tertentu. Karena itulah, sejumlah pasalnya jelas-jelas bertabrakan dengan konsep Islam. Kata mereka, konsep HAM itu universal dan bisa diterima semua umat manusia. Faktanya, dunia Islam menolak pasal 16 dan 18 DUHAM (tentang kekebasan perkawinan dan kebebasan untuk pindah agama). Dunia Islam mengajukan gagasan alternatif dalam Deklarasi Kairo yang tetap mempertahankan faktor agama dalam konsep perkawinan dan kebebasan beragama.
Kaum Yahudi tentu saja banyak yang aktif di organisasi seperti Free Mason ini. Di Turki Utsmani, tokoh-tokoh Yahudi di Free Mason memberikan pengaruh besar terhadap pemikiran para aktivis Gerakan Turki Muda. Bahkan, kuat sekali indikasinya, Yahudi merancang dan mendominasi arah organisasi lintas agama ini. Dan ini sangat bisa dipahami. Selama ribuan tahun Yahudi menjadi korban penindasan kaum Kristen di Eropa. Dengan berkembangnya aktivitas Free Mason, maka secara otomatis, penindasan terhadap Yahudi bisa semakin diminimalkan. Karena itulah, di Eropa organisasi yang membawa misi kaum Templar ini menjadi musuh Gereja.
Meskipun mengaku bukan sebagai satu agama tersendiri, tetapi Free Mason juga memiliki ajaran ketuhanan dan tata cara ritual tersendiri. Buku Dr. Th Steven dihiasi dengan banyak foto tempat-tempat pemujaan Free Mason di Jakarta, Surabaya, Makasar, Medan, Palembang, dan sebagainya. Sejumlah tokoh nasional juga disebutkan menjadi anggotanya. Siapakah Tuhan yang dipuja pengikut Free Mason? Tidak jelas!
Dengan memposisikan dirinya di luar agama-agama yang ada, maka Free Mason lebih mengedepankan problematika kemanusiaan, lintas agama. Humanisme menjadi paham panutan. Misi kemanusiaan yang tidak berdasarkan agama inilah yang ironisnya, kini dicoba dikembangkan dalam berbagai buku studi dan pemikiran Islam. Sadar atau tidak, masuknya misi ini dimulai dengan upaya untuk menghilangkan klaim kebenaran (truth claim). Jika umat beragama tidak lagi meyakini kebenaran agamanya sendiri, maka dia menjadi pembenar semua agama. Sikap netral agama dianggap sebagai sikap ilmiah, elegan, dan terpuji. Orang yang meyakini kebenaran agamanya sendiri dianggap sebagai orang jahat, arogan, dan tidak toleran.
Simaklah berbagai pernyataan berikut yang sejalan dengan pemikiran limtas agama gaya Free Mason. Dalam buku Agama Masa Depan, karya Prof. Komaruddin Hidayat (rektor UIN Jakarta) dan M. Wahyuni Nafis, ditulis: “Kebenaran abadi yang universal akan selalu ditemukan pada setiap agama, walaupun masing-masing tradisi agama memiliki bahasa dan bungkusnya yang berbeda-beda.” (hal. 130).
Dalam sebuah buku berjudul Kado Cinta bagi Pasangan Nikah Beda Agama (2008) dikatakan: “…bila Anda telah menancapkan komitmen untuk membangun rumah tangga beda iman, jalani dengan tenang dan sejuk dinamika ini. Tidak perlu dirisaukan dan diresahkan. Yang terpenting, mantapkan iman Anda dan lakukan amal kebaikan kepada manusia. Semua itu tidak percuma dan sia-sia. Beragama apapun Anda, amal kebaikan dan amal kemanusiaan tetap amal kebaikan. Pasti ada pahalanya dan akan disenangi Tuhan.” (hal. 235).
Mudah-mudahan kita waspada dengan berbagai upaya untuk merusak agama, baik yang berasal dari kaum Yahudi atau yang para pengikut jejak Yahudi.