Loading...

27 March 2010

FatahKun

Cara Rasul Hadapi Islamfobia

Oleh : Rifqi Fauzi
Mahasiswa Jurusan Hadis Universitas Al Azhar Kairo Mesir

Akhir-akhir ini hinaan terhadap Islam kembali mencuat, malah makin banyak kasusnya. Kartun Nabi Muhammad SAW yang dulu menuai kritik kembali di muat di Denmark. Di Berlin dalam sebuah pameran poster, dipajang poster yang menghina Kota Makkah dengan menyebut Kabah sebagai batu bodoh.

Di Belanda, Geert Wilders membuat film anti-Islam dan melecehkan Alquran. Di Amerika Serikat, pada tanggal 27 Februari lalu dalam sebuah acara primetime di ABC News yang berjudul ‘What Would You Do?’ menayangkan masyarakat Amerika yang masih banyak memandang Islam sebagai sebuah ajaran yang menakutkan. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Barat masih terus dan makin banyak yang benci dan memandang bahwa agama Islam adalah ajaran yang berbahaya. Tentunya sebagai Muslim kita harus tahu cara yang tepat dalam menghadapi kasus-kasus ini sehingga jangan sampai reaksi Muslim malah bukan menghilangkan Islamofobia Barat, tetapi menambah stigma buruk bagi Islam.

Faktor penyebab
Secara umum adanya Islamfobia, yang kebanyakan terjadi di dunia Barat, disebabkan beberapa faktor. Pertama, dalam Alquran Allah SWT telah mempertegas bahwa sampai kapan pun kaum Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rida terhadap Islam (lihat QS Albaqarah [2]:120). Alquran telah banyak menceritakan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW yang dilakukan oleh orang kafir, di antaranya beliau dituduh sebagai penyair (QS Al Anbiyaa’ [21]:5), dihina sebagai dukun (QS Al Haaqqah [69]:42), dituduh sebagai tukang sihir (QS Adz Dzaariyaat [51]:52), dihina sebagai orang gila (QS Al Hijr [15]: 6).

Ada juga hinaan terhadap status beliau sebagai anak yatim dan orang miskin (QS Az Zukhruf [43]:31). Hinaan bahwa Nabi tidak perlu makan dan menikah (QS Al Furqaan [25]:7). Beliau dituduh bahwa Alquran diajarkan oleh orang Nasrani (QS An Nahl [16]:103). Hinaan bahwa beliau tidak akan mempunyai keturunan setelah kematian putranya yang bernama Qosim (QS Al Kautsar [108]:1-3), dan kasus lainnya.

Faktor kedua, yang menjadikan Barat membenci Islam adalah karena Islam merupakan tantangan ideologi yang bertentangan dengan prinsip atheis. Naquib Al-Attas mengungkapkan dalam bukunya, Islam and Secularism, bahwa Islam bukan hanya tantangan bagi kekristenan Barat, tetapi juga tantangan bagi prinsip-prinsip aristotellianisme dan epistemologi serta dasar-dasar filosofi yang diwarisi dari pemikiran Yunani dan Romawi.

Unsur-unsur itulah yang membentuk komponen dominan, mengintegrasikan elemen-elemen penting dalam berbagai dimensi pandangan hidup Barat. Islam pun dianggap tidak sejalan dengan pandangan hidup mereka.

Dr Basim Khafaji mengatakan bahwa Barat melihat Muhammad telah mempersembahkan pemahaman yang mungkin bisa menghancurkan pemikiran Barat dari asasnya, yaitu sentralisasi Allah Ta’ala dalam kehidupan manusia. Hal itu bertolak belakang dengan teori Barat yang dibangun di atas logika dan akal pemikiran manusia (Sohib Jasim, Akar-Akar Penghinaan Terhadap Islam dalam Pemikiran Barat, 2006).

Faktor terakhir adalah isu terorisme yang selama ini didengungkan oleh Amerika dan sekutunya. Ini telah merasuki pemikiran bangsa Barat sehingga mereka takut dan membenci Islam.

Teladan Rasul
Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah, ‘’Wahai Rasulullah, pernahkah engkau mengalami hari yang lebih buruk dari Perang Uhud?’’ Rasulullah menjawab, ‘’Suatu hari aku pernah menemui kaum yang sangat kejam yang belum pernah aku temui, yaitu hari di mana aku menemui kaum kampung aqobah (di Thaif), ketika aku ingin menemui (untuk meminta perlindungan, sekaligus menyebarkan islam) Ibnu Abi Yalil bin Abdi Kulal (salah satu pembesar di Thaif), tetapi dia tidak memenuhi keinginanku, lalu aku pulang dalam keadaan wajahku berdarah (karena perlakuan warganya yang melempaliranya dengan batu). Ketika aku berhenti di Qarnul Tsa’alib (Miqat Qarnul Manajil), aku melihat ke atas dan awan memayungiku sehingga aku merasa teduh. Lalu, aku melihat Jibril memanggilku, seraya berkata: ‘’Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan (hinaan) kaummu dan penolakan mereka kepadamu. Allah telah mengutus malaikat penjaga gunung terhadapmu.’’

‘’Ya Muhammad,’’ sahut malaikat pen-jaga gunung. ‘’Jika engkau mau supaya aku melipatkan Akhsyabain (dua gunung di Makkahm, yaitu gunung Abi Qubaisy dan gunung yang menghadapnya) ini di atas mereka, niscaya akan aku lakukan.’’ Namun, Rasulullah SAW malah berdoa (tidak ada sedikit pun keinginan untuk membalasnya) . Bahkan, aku berharap mudah-mudahan Allah mengeluarkan dari tulang rusuk mereka (keturunan) yang menyembah Allah yang Esa dan tidak menyekutukan- Nya dengan sesuatu pun (HR Bukhari Muslim).

Dalam kisah lain, salah seorang dari kaum Quraisy biasa melempari kotoran jika Rasulullah SAW lewat di depan rumahnya. Ketika orang Quraisy itu tidak terlihat lagi, Rasulullah pun menanyakan tentang kabarnya. Ketika ada kabar bahwa orang itu sakit, Rasulullah langsung menjenguknya tanpa ada dendam sedikit pun.

Akhirnya, orang itu pun masuk Islam karena melihat akhlak mulia Rasulullah SAW. Dari kisah di atas, banyak pelajar yang bisa kita renungkan. Pertama, ketika cacian dan perlakuan tidak manusiawi datang menghadapi Rasulullah, maka yang dikedepankan oleh beliau bukan dengan kembali mencaci, tapi dengan menunjukkan sikap baik.

Secara tidak langsung ini adalah dakwah terhadap mereka yang membenci Islam. Terbukti akhlak baik Rasulullah dan sahabatnya telah mengantarkan Islam bisa tersebar luas dengan waktu yang singkat. Dengan ini maka umat Islam dituntut lebih memperbaiki lagi akhlaknya sehingga yang membenci tahu akan keagungan umat Islam.

Kedua, umat Islam harus senantiasa introspeksi, apakah kita pernah menjelaskan tentang Islam kepada orang-orang yang menghina Islam? Karena boleh jadi mereka membenci Islam karena belum tahu tentang hakikat Islam.

Jika belum, maka kita harus memberikan penjelasan tentang Islam dengan berbagai pendekatan. Kalau Rasulullah dahulu suka memberikan surat-surat yang ditujukan kepada para raja, maka sekarang pun kita bisa berdakwah lewat buku, dengan menerjemahkan karya-karya Islam ke dalam bahasa yang dipakai Barat. Atau bisa dengan pendekatan seni dan budaya yang lebih bisa diterima oleh mereka.

Ketiga, mungkin ini yang luput dari kita selama ini, yaitu mendoakan mereka untuk mendapatkan pintu hidayah. Rasulullah SAW tahu bahwa berdakwah saja tidak cukup. Hidayah adalah urusan Allah maka jalan terbaik untuk memintanya adalah dengan doa.

Maka, jika yahudi dan Nasrani tidak akan pernah ridha akan Islam, maka biarkanlah Allah SWT yang membalikkan hatinya menjadi mencintai Islam. Tentunya, tujuan penulis bukan untuk melarang berdemo. Demonstrasi saja tidak cukup untuk menghilangkan islamofobia, apalagi jika berdemo dengan cara brutal dan merusak. Maka, yang timbul bukan islamofobia hilang, tapi mungkin akan semakin menjadi-jadi.

Ikhtisar
Rasul wajib menjadi teladan dalam berdakwah. Masih banyak orang yang salah memahami Islam.