Saat terkalahkan oleh Musa, tukang sihir Fir'aun pun segera bertaubat. Mereka tersungkur sujud, dan menyatakan keimanan mereka di depan semua orang yang menyaksikannya, termasuk Fir'aun yang sebelumnya menjadi majikannya. Ujian beratpun langsung mereka hadapi.
Fir'aun berkata, "Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepadamu?, Sesungguhnya (perbuatan ini) adalah suatu muslihat yang telah kamu rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya dari padanya ; Maka kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu ini);
"Demi, sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kakimu dengan bersilang secara bertimbal balik, kemudian sungguh-sungguh aku akan menyalib kamu semuanya."
Tapi lihatlah jawaban mereka terhadap ancaman Fir'aun,
قَالُوٓاْ إِنَّآ إِلَىٰ رَبِّنَا مُنقَلِبُونَ * وَمَا تَنقِمُ مِنَّآ إِلَّآ أَنۡ ءَامَنَّا بِـَٔايَـٰتِ
رَبِّنَا لَمَّا جَآءَتۡنَاۚ رَبَّنَآ أَفۡرِغۡ عَلَيۡنَا صَبۡرً۬ا
وَتَوَفَّنَا مُسۡلِمِينَ
Ahli-ahli sihir itu menjawab: "Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami kembali.Dan kamu tidak menyalahkan kami, melainkan karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami". (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu)". (QS. Al-A'raf : 125-126)
Begitulah dahsyatnya iman saat pertama kali datang. Besarnya pengorbanan tak tanggung-tanggung untuk dikerahkan. Beratnya resiko dipikul dengan sepenuh kekuatan, meski nyawa harus dipertaruhkan.
Tapi, iman bukanlah keadaan yang stagnan. Ia bisa turun, bisa juga naik. Bisa usang seperti usangnya pakaian, bisa pula diperbaharui kembali. Iman itu bisa tumbuh dan berkembang, bisa semakin kokoh akarnya menghujam, namun bisa juga sebaliknya. Seumpama pohon yang ditelantarkan, maikn layu daunnya, kian rapuh batangnya dan tidak mustahil akar akan tercabut dari tanahnya. Dan perjalanan iman kemudian, tergantung pada cara merawat dan melestarikannya.
Hanya saja, proses lunturnya iman umumnya berbeda dengan keadaan saat pertama iman datang. Iman datang langsung meningkat tajam, tapi turun dan lapuk secara perlahan. Bahkan seringkali pemiliknya tidak merasa kehilangan, tidak pula mendeteksi terkikisnya iman sedikit demi sedikit.
1. Waspadai Gejala Lemah Iman
Saat kita kehilangan gairah untuk melakukan ketaatan. Tidak pula bergegas menyambut tawaran pahala yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya, jangan-jangan Iman kita mulai usang, keyakinan makin berkurang. Karena memang lemahnya iman ditandai dengan lemahnya kemauan seseorang untuk menjalankan ketaatan.
Iming-iming menggiurkan di akhirat tidaklah membuat orang yang lemah iman bersegera menyambut seruan. Seperti keadaan orang munafik yang digambarkan oleh Nabi SAW
لَيسَ صَلَاةٌ اَثقَلَ عَلَى المُنَافِقِينَ مِنَ الفَجرِ وَالعِشَا وَلَو يَعلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَاتَوهُمَا وَلَو حَبوًا
"Tiada sholat yang lebih berat bagi orang munafik melebihi beratnya mereka menjalankan shalat fajar dan isya (dengan berjamaah), seandainya mereka mengetahui pahala pada keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya, meskipun dengan merangkak (HR Bukhari)
Adapun orang yang sehat imannya, dia tak hanya sekedar menjalankan ketaatan, bahkan ia merasa ringan dan betah di atas ketaatan. Seperti yang di ungkapkan oleh Utsman bin Affan, "Andai saja hati kita bersih, tentu kita tak akan bosan membaca Al-Quran."
2. Tak takut Ancaman dan Janji Siksaan
Ketika penyakit lemah iman mulai menjalar, perlahan-lahan kepekaan seseorang terhadap dosa kian tumpul. Faktor kebiasaan dan pengulangan menjadi penyebab lunturnya keimanan, kendornya tali keyakinan. Hingga akhirnya dosa dianggap sebagai perbuatan yang layak mendapat permakluman.
3. Bila Lemah Iman Melanda Orang Alim
Penyakit lemah iman tak hanya dialami oleh orang awam. Tidak mustahil, orang alim emnderita penyakit ini. Kuatnya iman seseorang tidak selalu berbanding lurus dengan banyaknya pengetahuan seseorang terhadap ilmu syar'i.