Loading...

18 February 2010

FatahKun

Benarkah Anda Termasuk yang Beruntung?



قُلۡ إِنَّ ٱلۡخَـٰسِرِينَ ٱلَّذِينَ خَسِرُوٓاْ أَنفُسَہُمۡ وَأَهۡلِيہِمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَـٰمَةِ‌ۗ أَلَا ذَٲلِكَ هُوَ ٱلۡخُسۡرَانُ ٱلۡمُبِينُ
 
"Katakanlah, sesungguhnya orang-orang yang rugi adalah yang merugikan dirinya dan keluarganya pada hari kiamat. Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata." (QS. Az Zumar [39] : 15)

Ada 75 ayat al-qur'an yang menerangkan tentang kerugian manusia. Ayat-ayat itu semuanya mengingatkan kita agar jangan menjadi orang yang rugi. Orang yang rugi adalah orang yang sudah mengeluarkan modal, baik harata, waktu, tenaga, dan apa saja yang dimilikinya, tetapi sama sekali tidak menguntungkan. Biasanya kata rugi dikaitkan dengan usaha. Misalnya seseorang yang sudah mengeluarkan uang yang banyak dengan harapan modalnya akan kembali plus keuntungan, tetapi kenyataannya tidak menghasilkan apa-apa yang menyenangkan dirinya. Jika kembail modal pun masih dianggap rugi, karena ia telah mengorbankan waktunya apalagi sampai habis segalanya. Jika seseorang mengalami kerugian dalam berbisnis, selama masih ada waktu ia bisa beralih profesi, misalnya menjadi pelayan jasa. Namun jika waktunya habis, tenaga mengendor, kemampuan berkurang, dan tidak punya apa-apa lagi, ia benar-benar sangat merugi.

Bagi orang yang beriman kehabisan harta bukanlah kerugian yang sesungguhnya, asal habisnya harta itu digunakan dalam beribadah atau berjihad di jalan Allah SWT. Mencari nafqah adalah ibadah, karena diperintah Allah selama caranya tidak terlarang. Habis modalnya karena tertipu, terkena bencana atau salah perhitungan (bukan spekulasi), hal itu termasuk musibat. Musibat bagi orang yang beriman adalah pahala jika bersabar. Makin besar kerugiannya, makin tinggi kesabarannya, maka akan semakin besar pahalanya.

Bukan kerugian dalam berbisnis atau berkarir yang dimaksudkan Al-Qur'an di atas, melainkan kerugian di hari kiamat. Saat itu ketika orang-orang durhaka dimasukan ke neraka, mereka berteriak, "Ya tuhan kami, keluarkan kami dari neraka, kami akan melakukan amal shaleh, bukan amal yang telah kami lakukan dahulu." Jawab Allah, "Bukankah kami dulu telah memberi umur kepadamu, telah memberi kesempatan untuk berfikir, dan telah datang utusan kepadamu yang memberi peringatan tentang adzab hari ini? Sekarang rasakan saja adzab dari kami." Artinya mereka tidak akan dikembalikan lagi ke dunia. Usia dan kesempatan adalah modal, dengannya kita bisa berdzikir mengingat Allah. Tenaga adalah modal, dengannya kita bisa beribadah. Harta adalah modal, dengannya kita bisa berinfaq. Anak adalah modal, dengannya kita bisa menjadikan mereka orang-orang yang shaleh. Dan banyak lagi karunia Allah yang dapat dijadikan modal yang dapat menguntungkan.

Sudah jatuh tertimpa tangga, modal sudah habis, di akhirat masuk neraka. Tidak ada yang tersisa yang dapat menyelamatkan pemuja dunia. Catatan ibadahnya jelek, tidak diterima Allah, karena tak berilmu. Hartanya menjadi beban dosa, tidak pernah disisihkan untuk di akhirat dalam bentuk shadaqah jariyah. Ilmunya sekuler, tidak punya ilmu agama yang pernah diajarkan kepada keluarganya. Anak-anaknya materialis, tidak punya anak yang shaleh yang dapat mendo'akan dirinya. Mereka pun sama-sama berada di neraka.

Sebaliknya orang yang beruntung adalah yang selamat dari neraka dan berkumpul dengan keluarganya di surga.