Pemimpin Muda - Pada tahun ke-11 hijriyah, Nabi Muhammad SAW membentuk pasukan untuk memerangi balatentara Romawi.
Sahabat-sahabaat senior seperti Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Saad bin Abi Waqqas dan Abu Ubaidah bin Jarrah, masuk dalam pasukan tersebut.
Para sahabat menanti, siapakah yang akan diangkat Rasulullah memimpin pasukan itu. Abu Bakar dan Umar, lebih sering menjadi tangan kanan Rasulullah. Barangkali Nabi akan menunjuk Saad atau Abu Ubaidah.
Siapapun diantara kedua sahabat itu adalah orang yang dikenal tangkas dan cakap berperang. Di luar dugaan, Nabi SAW justru memilih Usamah bin Zaid yang ketika itu baru berumur 18 tahun. Masih sangat muda.
Usamah lahir tujuh tahun sebelum hijrah. Bapaknya orang yang sangat disayangi Nabi, yaitu Zaid bin Haritsah, yang pernah diangkat anak oleh Nabi, sebelum dilarang oleh Allah SWT.
Usamah sebaya dengan Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Bila Hasan duduk di paha Nabi yang sebelah kanan, maka Usamah diletakkan di paha sebelah kiri. Rasul sering berdoa untuk keduanya. “Ya Allah, saya menyayangi kedua anak ini, maka sayangi pulalah mereka.”
Itulah Usamah bin Zaid, anak muda yang dipercaya Rasulullah menjadi pemimpin pasukan. Rasulullah memerintahkan kepada Usamah, kalau sudah berangkat nanti agar berhenti di Balqa' dan Qal'atud Darum dekat Gaza, yang waktu itu masuk wilayah kekuasan Romawi Timur.
Sayang, tatkala bersiap-siap untuk berangkat, Rasulullah sakit, semakin hari sakitnya bertambah berat. Akibatnya, keberangkatan pasukan ditunda. Tidak berapa lama kemudian Rasulullah SAW wafat.
Khalifah Abu Bakar, memerintahkan pasukan Usamah segera berangkat melaksanakan perintah Rasulullah. Tetapi sekelompok kaum Anshar, menghendaki agar pemberangkatan pasukan ditangguhkan. Mereka meminta Umar bin Khattab yang menyampaikan usul itu kepada Abu Bakar.
“Jika Khalifah bersikeras tetap meneruskan mengirim pasukan, kami mengusulkan sebaiknya panglimanya diganti yang lebih senior dan berpengalaman.”
Usul itu ditolak Abu Bakar dengan tegas: “Hai putra Khattab, Rasulullah telah mengangkat Usamah. Engkau tahu itu. Kini engkau menyuruhku membatalkan putusan Rasulullah. Demi Allah, tidak akan aku batalkan.”
Pasukan Usamah akhirnya dilepas. Abu Bakar turut mengantarkannya sambil berjalan kaki ke batas kota. Usamah, sebagai panglima duduk di atas kuda. Usamah merasa bersalah duduk di atas punggung unta, sementara khalifah berjalan kaki. Lalu beliau mengusulkan supaya Abu Bakar naik ke kendaraan dan dirinya berjalan kaki.
Tapi tawaran itu ditolak Abu Bakar. “Biarlah kaki saya berdebu mengantar engkau berjuang pada jalan Allah. Laksanakanlah perintah Rasulullah ini dengan sebaik-baiknya,” ujar Abu Bakar. Lalu Abu Bakar mendekat kepada Usamah dan mengajukan sebuah permintaan. “Jika engkau setuju, biarlah Umar tinggal bersamaku. Izinkanlah dia tinggal untuk membantuku.”
Subhanallah. Betapa hormatnya Abu Bakar kepada Usamah bin Zaid, sekalipun masih sangat muda, tetapi telah mendapatkan amanah dari Rasulullah untuk memimpin pasukan. Padahal Abu Bakar seorang khalifah, dan kepala negara. Tanpa izin Usamah pun beliau bisa saja meminta Umar tidak ikut pergi berperang.
wallahu'alam
Sahabat-sahabaat senior seperti Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Saad bin Abi Waqqas dan Abu Ubaidah bin Jarrah, masuk dalam pasukan tersebut.
Para sahabat menanti, siapakah yang akan diangkat Rasulullah memimpin pasukan itu. Abu Bakar dan Umar, lebih sering menjadi tangan kanan Rasulullah. Barangkali Nabi akan menunjuk Saad atau Abu Ubaidah.
Siapapun diantara kedua sahabat itu adalah orang yang dikenal tangkas dan cakap berperang. Di luar dugaan, Nabi SAW justru memilih Usamah bin Zaid yang ketika itu baru berumur 18 tahun. Masih sangat muda.
Usamah lahir tujuh tahun sebelum hijrah. Bapaknya orang yang sangat disayangi Nabi, yaitu Zaid bin Haritsah, yang pernah diangkat anak oleh Nabi, sebelum dilarang oleh Allah SWT.
Usamah sebaya dengan Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Bila Hasan duduk di paha Nabi yang sebelah kanan, maka Usamah diletakkan di paha sebelah kiri. Rasul sering berdoa untuk keduanya. “Ya Allah, saya menyayangi kedua anak ini, maka sayangi pulalah mereka.”
Itulah Usamah bin Zaid, anak muda yang dipercaya Rasulullah menjadi pemimpin pasukan. Rasulullah memerintahkan kepada Usamah, kalau sudah berangkat nanti agar berhenti di Balqa' dan Qal'atud Darum dekat Gaza, yang waktu itu masuk wilayah kekuasan Romawi Timur.
Sayang, tatkala bersiap-siap untuk berangkat, Rasulullah sakit, semakin hari sakitnya bertambah berat. Akibatnya, keberangkatan pasukan ditunda. Tidak berapa lama kemudian Rasulullah SAW wafat.
Khalifah Abu Bakar, memerintahkan pasukan Usamah segera berangkat melaksanakan perintah Rasulullah. Tetapi sekelompok kaum Anshar, menghendaki agar pemberangkatan pasukan ditangguhkan. Mereka meminta Umar bin Khattab yang menyampaikan usul itu kepada Abu Bakar.
“Jika Khalifah bersikeras tetap meneruskan mengirim pasukan, kami mengusulkan sebaiknya panglimanya diganti yang lebih senior dan berpengalaman.”
Usul itu ditolak Abu Bakar dengan tegas: “Hai putra Khattab, Rasulullah telah mengangkat Usamah. Engkau tahu itu. Kini engkau menyuruhku membatalkan putusan Rasulullah. Demi Allah, tidak akan aku batalkan.”
Pasukan Usamah akhirnya dilepas. Abu Bakar turut mengantarkannya sambil berjalan kaki ke batas kota. Usamah, sebagai panglima duduk di atas kuda. Usamah merasa bersalah duduk di atas punggung unta, sementara khalifah berjalan kaki. Lalu beliau mengusulkan supaya Abu Bakar naik ke kendaraan dan dirinya berjalan kaki.
Tapi tawaran itu ditolak Abu Bakar. “Biarlah kaki saya berdebu mengantar engkau berjuang pada jalan Allah. Laksanakanlah perintah Rasulullah ini dengan sebaik-baiknya,” ujar Abu Bakar. Lalu Abu Bakar mendekat kepada Usamah dan mengajukan sebuah permintaan. “Jika engkau setuju, biarlah Umar tinggal bersamaku. Izinkanlah dia tinggal untuk membantuku.”
Subhanallah. Betapa hormatnya Abu Bakar kepada Usamah bin Zaid, sekalipun masih sangat muda, tetapi telah mendapatkan amanah dari Rasulullah untuk memimpin pasukan. Padahal Abu Bakar seorang khalifah, dan kepala negara. Tanpa izin Usamah pun beliau bisa saja meminta Umar tidak ikut pergi berperang.
wallahu'alam
http://www.republika.co.id