Bila KEADILAN sudah sirna dalam suatu negeri dan pemerintahan, itulah tanda kuat negeri itu akan menghadapi kehancuran. Bisa kehancuran moral, kehancuran tatanan sosial, ekonomi dan bisa juga kehancuran dan kepunahan manusia yang tinggal di dalamnya seperti yang terjadi pada bangsa-bangsa sebelum kita seperti ‘Ad, Tsamud, Luth, Sholeh, Syu’aib, Fir’aun dan sebagainya.
Oleh sebab itu, Nabi kita Muhammad Saw. mewanti-wanti agar tidak ada kezaliman dalam penegakan hukum. Hukum harus ditegakkan dengan adil. Kalau tidak, Allah akan hancurkan negeri dan pemerintahan yang menerapkan hukum secara serampangan dan berdasarkan syahwat penguasa dan para penegak hukumnya.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim rahimahumallah dijelaskan. Pernah seorang wanita ternama dari suku Makhzumi mencuri di zaman Rasul Saw. Keluarganya mencoba mendapatkan keringanan (dispensasi hukum) dari Rasul Saw. agar tidak diterapkan padanya hukuman potong tangan. Mendengar dan melihat gelagat mereka, beliau pun marah sambil berkata: “Wahai manusia! Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu hancur karena mereka menerapkan hukum tebang pilih. Ketika yang mencuri (korupsi atau kejahatan lainnya) itu dari kalangan terhormat, mereka membiarkannya. Namun, bila yang mencuri itu dari kalangan lemah (rakyat jelata), mereka terapkan hukum pada mereka. Demi Dzat (Allah) yang jiwa Muhammad di tangan-Nya. Sekiranya Fathimah anak kesayangan Muhammad mencuri, pasti Muhammad potong tangannya“.
Allah juga mengingatkan kita dalam Al-Qur’an agar kita tidak hanya menerapkan hukum itu dengan adil, akan tetapi kita diwajibkan menjadi penegak-penegak keadilan dalam setiap saat dan kondisi, sebagaiman firman-Nya
Oleh sebab itu, Nabi kita Muhammad Saw. mewanti-wanti agar tidak ada kezaliman dalam penegakan hukum. Hukum harus ditegakkan dengan adil. Kalau tidak, Allah akan hancurkan negeri dan pemerintahan yang menerapkan hukum secara serampangan dan berdasarkan syahwat penguasa dan para penegak hukumnya.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim rahimahumallah dijelaskan. Pernah seorang wanita ternama dari suku Makhzumi mencuri di zaman Rasul Saw. Keluarganya mencoba mendapatkan keringanan (dispensasi hukum) dari Rasul Saw. agar tidak diterapkan padanya hukuman potong tangan. Mendengar dan melihat gelagat mereka, beliau pun marah sambil berkata: “Wahai manusia! Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu hancur karena mereka menerapkan hukum tebang pilih. Ketika yang mencuri (korupsi atau kejahatan lainnya) itu dari kalangan terhormat, mereka membiarkannya. Namun, bila yang mencuri itu dari kalangan lemah (rakyat jelata), mereka terapkan hukum pada mereka. Demi Dzat (Allah) yang jiwa Muhammad di tangan-Nya. Sekiranya Fathimah anak kesayangan Muhammad mencuri, pasti Muhammad potong tangannya“.
Allah juga mengingatkan kita dalam Al-Qur’an agar kita tidak hanya menerapkan hukum itu dengan adil, akan tetapi kita diwajibkan menjadi penegak-penegak keadilan dalam setiap saat dan kondisi, sebagaiman firman-Nya
ياأَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. (QS. Annisa’ / 4 : 135)
Dari ayat tersebut dapat kita simpulkan bawah KEADILAN harus ditegakkan, kapan saja, di mana saja, dan terhadap siapa saja. Namun demikian, KEADILAN sejati tidak akan pernah ada di atas bumi ini dan di negeri ini kecuali jika :
1. Sumber hukum yang digunakan untuk mengadili manusia itu haruslah berasal dari Dzat Yang Maha Adil, yakni Allah SWT. Karena tidak akan ada di dunia ini yang bisa menyamai, apalagi melebihi dari keadilan hukum ciptaan Allah, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Maidah : 50 :
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Maka apakah hukum jahiliyah itu yang kamu inginkan? Dan hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah, bagi kaum yang yakin?
2. Mengimani dan mempercayai sepenuhnya hukum yang Allah turunkan dan Sunnah Rasul Saw. dalam mengatur tatacara kehidupan umat manusia untuk kemaslahatan mereka di dunia dan di akhirat, sebagaimana firman-Nya surat Annisa /4 : 65 :
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Maka demi Robb (Tuhan Pencipta)-mu, mereka tidak beriman sehingga mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai Hakim (Pemutus perkara) bagi perkara apa saja yang muncul di antara mereka, kemudian mereka tidak menemukan keberatan dalam diri mereka terhadap apa saja yang kamu putuskan dan merekapun menyerahkannya secara penuh.
3. Adanya sumber daya manusia (SDM) penegak hukum yang professional – di samping pemimpin professional - yang memiliki sifat :
- Berani menegakkan KEADILAN dan tidak takut kecuali hanya kepada Allah.
- Menegakkan hukum tampa pandang bulu dan siap melaksanakannya kendati terhadap diri dan anggota keluarga sendiri.
- Terbebas dari kendali hawa nafsu dan syahwat duniawi, sehingga tidak tergoda oleh rayuan uang, harta, wanita dan kenikmatan dunia lainnya.
4. Hukum yang ditegakkan adalah hukum yang berimplikasi akhirat. Sebab itu, tidak ada hukum di dunia ini yang berimplikasi akhirat kecuali hukum Allah yang tertuang dalam Al-Qyr’an dan Sunnah Rasul Saw.
Islam mengajarkan kepada kita bahwa konsekuensi hukum itu ada dua. Pertama konsekuensi dunia dan kedua, konsekuensi akhirat. Atau dengan kata lain, penegakan hukum dan keadilan di dunia ini akan terwujud bilamana hukum yang kita terapkan itu mengajarkan kepada kita adanya pengadilan akhirat yang maha dahsyat dan maha adil, yakni pengadilan Allah Ta’ala di padang mahsyar nanti. Keyakinan dan pengetahuan tersebut akan menuntut kita semua, baik masyarakat, apalagi para penegak hukum dan para pemimpinnya, akan sangat berhati-hati dalam pelaksanaan dan penegakan hukum itu dan berupaya seadil mungkin. Kenapa?
Karena pengadilan akhirat itu maha adil, tidak ada yang dapat berkelik, menyogok ataupun merubah keputusannya, karena yang bertindak sebagai hakim di mahsyar nanti adalah Allah sendiri, Pencipta manusia dan alam semesta ini, sebagaimana friman-Nya dalam surat Ghofir/40 : 16 -17 :
(Yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur dan menuju mahsyar); tiada suatupun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (Lalu Allah berfirman): "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.
Kemudian, pada pengadilan akhirat nanti tidak akan ada lagi sogok menyogok, beking membeking, ngeles mengeles, pasal-pasal karet yang dapat ditafsirkan semau kita seperti yang dilakukan polisi, jaksa, hakim, pengacara dan penguasa serta pengusaha di dunia. Semuanya tunduk dan bertekuk lutut di hadapan Kekuasaan dan Keperkasaan Allah…(lillahil wahidil qohhaar…)
Di pengadilan akhirat, semua keyakinan, ucapan dan perbuatan ditimbang seadil-adilnya. Tak ada yang terlewatkan, kendati hanya sebesar inti atom seperti firman Allah dalam srat Al-Zalzalah / 99 : 7 - 8 :
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah (inti atom)-pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah (inti atom)-pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya pula.
Yang lebih mengerikan lagi ialah, setiap manusia pada pengadilan akhirat nanti tidak akan bisa menyewa pengacara, didampingi keluarga, sanak saudara dan siapapun mereka. Tak satupun di antara mereka yang dapat menolong kita sebagaimana halnya saat hidup di dunia. Setiap kita akan maju sendiri-sendiri di hadapan pengadilan Allah yang Maha Adil mempertanggung jawabkan keimanan, ucapan dan perbuatan kita. Bahkan mulut atau lidah kita yang pada pengadilan dunia bisa bicara dan bisa berdusta, pada pengadilan akhirat nanti akan terkunci mati, kelu dan tak bisa berkata, kendati hanya sepatah kata. Yang menjadi saksi adalah tangan, kaki, telinga, mata dan kulit kita seperti yang Allah jelaskan dalam firman-Nya dalam surat yasin/36 : 65 :
Pada hari ini, Kami kunci mulut-mulut mereka, dan yang akan berbicara adalah tangan-tangan mereka, dan yang akan bersaksi adalah kaki-kaki mereka terhadap apa yang mereka kerjakan (dulu di dunia).
Pada pengadilan akhirat nanti, harta, anak, jabatan dan apa saja yang dibanggakan di dunia ini tidak akan berguna sama sekali. Hanya iman yang bersih dari khurafat dan syirik serta amal sholeh yang dapat menolong kita, seperti yang dijelaskan dalam firman-Nya dalam surat As-Syua’aro’ / 26 : 88 - 89 :
Pada hari (akhirat) tidak akan bermanfaat lagi harta dan anak-anak. Kecuali mereka yang datang kepada Allah dengan hati yang sehat (aiqidah tauhid).
Berdasarkan ayat-ayat di atas, kita tidak perlu khawatir dan bersedih hati melihat kekacaubalauan dan ketidak adilan pengadilan di dunia ini. Kalaupun kita tidak berhasil mengajak umat manusia, khususnya umat Islam di dunia ini, lebih khusus lagi di Indonesia ini untuk menerapkan hukum Allah (al-Islam) yang Maha Adil, sehingga mengakibatkan kezaliman terjadi di mana-mana, kita masih punya pengadilan akhirat yang Maha Adil yang akan menjadi tempat kita menuntut keadilan yang sebenarnya. Allah sudah menjanjikan pada kita akan bertindak adil dan akan memutuskan semua perkara manusia seadil-adilnya, tak terkecuali masyarakat Indonesia.
Memang kita merasa sakit dan pedih saat umat Islam sendiri belum mau diajak kembali menerapkan hukum Allah yang Maha Adil ini. Bahkan tak jarang pula seruan kembali kepada hukum Allah itu dianggap subpersif dan terorisme. Padahal mereka juga mengaku Muslim. Sekecil apapun kezaliman yang mereka lakukan terhadap Islam dan kaum Musliminm dan terhadap umat lain, bahkan terhadap makhluk Allah lainnya, mereka akan mendapatkan balasan yang amat keras di akhirat kelak. Mereka akan menyesali semua perbuatan mereka itu kelak. Kendati penyesalan itu sudah tak berguna lagi.
Orang yang zalim, siapapun dia, apapun pangkat dan jabatannya, sebanyak apapun harta dan pengikutnya, seberapa lamapun dia berkuasa semasa hidup di dunia, mereka tidak akn pernah lolos dari pengadilan Allah di akhirat kelak. Mereka akan mendapatkan siksaan yang amat pedih di akhirat kelak, seperti yang Allah firmankan dalam surat Al-Kahfi/18 : 26 :
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhan Penciptamu; maka barangsiapa yang ingin beriman , silahkan ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir." Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolak apinya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.