Loading...

22 August 2010

FatahKun

Taubat yang diterima

muslim
Sesungguhnya tobat di sisi Allah hanyalah tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertobat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah tobatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. dan taubat itu bukan bagi orang-orang yang melakukan kejahatan-kejahatan, sampai bila maut hadir kepada salah seorang di antara mereka (baru) berkata, 'sesungguhnya aku taubat sekarang dan tidak pula buat orang yang mati padahal mereka kafir Mereka itu telah Kami sediakan baginya siksaan yang pedih. (QS. An Nisa : 17-18) .

Hanyasanya taubat (yang keterima) oleh Allah, bagi orang_orang yang mengerjakan kejahatan dengan kebodohan, lalu mereka bertobat dengan segera. Maka mereka itu akan diampuni oleh Allah, karena Allah maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. dan taubat itu bukan bagi orang-orang yang melakukan kejahatan-kejahatan, sampai bila maut hadir kepada salah seorang di antara mereka (baru) berkata, 'sesungguhnya aku taubat sekarang dan tidak pula buat orang yang mati padahal mereka kafir Mereka itu telah Kami sediakan baginya siksaan yang pedih. (QS. An Nisa : 17-18) . Sudah menjadi fitrah manusia dalam aktivitasnya sehari-hari, terkadang mereka melakukan beberapa kesalahan. Kekhilafan yang dilakukan oleh manusia itu senantiasa bermuara pada kerusakan pola kehidupan di dalam masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari tipu daya syaitan yang selalu mengiringi anak Adam dalam menjalani kehidupan., Agar fitrah tersebut lidak mencelakakan manusia dalam kehidupannya, maka Allah, menetapkan peraturan-Nya (agama) yang tidak lain bertujuan supaya manusia hidup dalam ketentraman baik di dunia maupun di akhirat kelak. Meskipun demikian, kesalahan yang sudah dilakukan itu tidak bisa dibiarkan begitu saja, orang-orang yang melakukan kesalahan harus melaksanakan taubat sesuai dengan ketentuan Allah untuk menghapus dosa (maghfirah) sebagai akibat dari perbuatan yang salah itu.

Adapun ketentuan taubat sebagaimana diterangkan pada ayat di atas ialah bagi orang yang melakukan kejahatan dengan kebodoban, lalu orang tersebut segera bertaubat. Berdasarkan beberapa riwayat, ketentuan ini hanya beriaku bagi kaum mukminin, sebab.kaum mukminin tidak selamanya melakukan kejahatan. Adapun kaum munafik dan kaum kafir tidak termasuk dalam ketentuan tersebut, karena selama berada dalam kemunafilkan dan kekafiran mereka senantiasa berbuat maksiat kepada Allah .

Abd bin Humed dan Ibnu Mundzir serta Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Aliah tentang firman-Nya Innama taubatu alallahi... dia berkata, 'Ini bagi kaum mukminin'. Dan pada firman-Nya Wa laisa taubatu lilladzina ya'maluuna sayyiaat... dia berkata,'Ini untuk kaum munafik', wa lalladzina ya mutuna wahum kuffar.. dia berkata, 'Ini. untuk kaum musyrikin'.

Orang yang melakukan kejahatan dengan jahala bukan berarti dia tidak tahu bahwa perbuatan tersebut boleh dilakukan, sebab setiap kaum mukminin dituntut untuk mengetahui apa yang dihalalkan oleh Allah juga diharamkan-Nya, karena akan hilang fungsi agama kaum mukminin tidak dapat membedakan mana yang dan mana yang haram.

Adapun maksud jahalah itu ialah ketidakmam kebodohan dalam menentukan yang haq tatkala mengh nafsu syahwat dan rasa marah yang berkobar, akibatnya sering keliru dan cenderung melupakan kebenaran.

Hai ini disebabkan ketidaktahuan-nya terhadap seberapa besar pedihnya siksaan yang akan diterima bila ia melakakukan perbuatan itu. Rasa kurang yakin (longgamya iman) dirinya terhadap kebenaran siksaan tersebut menyebabkan termotivasi untuk melakukan kejahatan walaupun mengetahui bahwa perbuatan itu terlarang.

Inilah yang diisyaratkan oleh Al Qur'an dengan lafadz jahalah' . Imam Abdur Razak meriwayatkan Qatadah, ia berkata, "telah sepakat sahabat-sahabat Rasulullah Saw, bahwa segala sesuatu yang dilakukan dengan maksiat, maka itu adalah jahalah'. Baik ; disengaja atau tidak". (Ad Durul Mantsur fi Tafsiril Mat'sur, II, hal 459)

Allah menerima taubat orang-orang yang beriman kepada-Nya, karena sesungguhnya mereka tidak akari selalu berbuat kemaksiatan. Allah Maha Mengetahui terhadap kelemahan manusia di saat mereka berhadapan dengan nafsu syahwat dan amarah, juga Maha Bijaksana pada sikapd engan menerima taubat hamba-Nya karena kelemahan Sebab Allah-lah yang memberikan sifat tersebut kepada mereka. (QS. Ali Imran ; 14).

Orang yang melakukan maksiat terhadap Allah karena 'kalah' oleh hawa nafsunya, lalu ia sadar telah berbuat salah disebabkan masih ada sisa keimanannya kepada Allah kemudian segera bertaubat sebelum ajal menjemputnya, maka taubat itu akan diterima oleh Allah Swt. Namun bila ia bertaubat ketika berada dalam Sakaratulmaut, maka sia-sialah taubat yang dilakukannya itu.

Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalan Ali dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Al Qarieh Pada kontek ayat di atas) maknanya adalah sebelum dia melihat Malaikat Maut.

Said bin Mansyur dan Abdul bin Humaed serta Ibnu jarir juga al-Baihaqi pada Sya'ab dari dhahak tentang ayat ini dia berkomentar, "setiap saat sebelum datangnya maut dinamakan qarib dan diteima taubat pada waktu itu sampai ia melihat Malakal Maut, sungguh tidak diterima taubatnya".

Jadi maksud dengan segera diterima aleh Allah sebagaiman kosteks ayat diatas ialah taubatnya seorang hamba selama dia belum melihat tanda-tanda Allah, salah satu diantaranya adalah Malakal Maut.

Hikmah yang terkandung dalam pengampunan Allah terhadap hamba-Nya yang ber taubat,tidak lain agar derajaat mereka terangkat dari tempat yang bergelimang dosa ketempat yang lebih baik dan penuh rahmat Allah.

Oleh karena itu, taubat merupakan penyesalan diri seorang hamba serta pintu gerbang guna menuju kepintu gerbang yang lebih baik. Allah menolak taubat orang musyrik dan juga orang kafir karena ketidak imanan mereka kepada-Nya dan ketidak yakinan adanya hari akhhir,kecuali setelah muncul bukti-bukti nyata yang tidak dapat dipungkiri lagi. Dan hal itu terjadi disaat mereka menghadapi sakaratul maut. Baik dengan melihat malaikat maut atau melihat tempat dimana mereka akan berdiam {surga dan neraka}sebagaiman yang tersebut didalam riwayat yang lain. Keyakinan kepada Allah disaat datangnya bukti kebenaran Allah,tidak bisa dimasukkan kedalam sikap iman iman bukan hanya pengikraran lisan dan keyakinan hati saja, melainkan perlu dibuktikan dalam kehidupan sehari- haridengan melaksanakan segala perintah-nya dan juga menjauhi semua larangan-Nya {QS. Al Ankabut : 2}. Orang yang bertaubat tatkala maut menghampirinya , tidak mempunyai kesempatan untuk membuktikan keimannnya kepada Allah. Dengan demikian taubat yang akan diterima oleh Allah adalah taubat seorang hamba yang pada mulanya beriman lalu karena sifat insaniyahnya ia melakukan kesalahan, dan iman pula yang membuatnya menyesal serta melakukan amal shaleh {taubat} sebagai penebus kesalaha itu. Begitu pula bagi orang kafir dan orang musyrik yang beriman kepada allah sebelum ajalnya datang menjelang.

Keimanan itu akan hilang fungsinya bila iman itu ada setelah seorang hamba mendapatkan ayat-ayat Allah yang dlaruriyah yaitu tanda-tanda yang tidak terbantah kebenarannya akan adanya Allah dan hari Akhir {QS. Al An'am: 158} Hal ini dikuatkan dengan datangnya sebuah hadits yang datang dari Abu Hurairah, dia berkata: "Rasulullah bersabda, tidak akan terjadi kiamat sampai matahari terbit dari terbenamnya, manusia semuanya beriman, namun hari itu tidak berguna iman bagi dirinya karena iman bukan yang sebelumnya atau tidak mengerjakan kebaikan pada imannya. {HR. Muslim}.

Keimanan kaum muslimin adalah keyakinan mereka bahwa Allah itu satu. Formulasi yang paling pendek adalah kalimat tauhid, yaitu Laa Ilaaha illa Allah yang artinya tidak ada tuhan selain Allah. Namun iman tidak hanya memberikan kebahagiaan diakhirat saja , melainkan juga akan memberikan kebahagiaan dalam kehidupan dunia. Komitmennya terhadap Allah adalah ituh, mencakup pengabdian da ketaatan dalam menjalankan segala perintah-Nya. Selain membebaskan manusia dari perbudakan mental, keimanan juga memberikan emansipasi kepada manusia dari nilai-nilai palsu yang bersumber pada hawa nafsu dan keasenangan sensual belaka, karena sebuah kehidupan yang bergantung pada kelezatan sensual semata akan merusak akal sehat dan mengeruhkan pikiran jernih dan ini sangat dicela oleh al- Qur'an. {QS. Al Furqan : 43-44}. Wallaahu A'lamu bis Sawab.

*) Dikutip dari Majalah Risalah Edisi Januari 2002 H/ Syawwal 1422 H