Loading...

19 March 2010

FatahKun

Agar Iman Sekokoh Karang

Sebagai insan biasa, kadang seseorang merasakan kegersangan hati. Imbasnya, resistensi terhadap maksiat ikut melemah, sehingga mudah terjatuh dalam maksiat. Ibadah yang biasa dijalankan dengan khusyuk mendadak hilang rasa nikmatnya, shalat jamaah, shalat sunnah dan shaum menjadi beban. Padahal sebetulnya ia adalah kebutuhan fisik dan jiwa. Jika kita merasakan fenomena tersebut, kita harus segera sadar bahwa iman kita sedang melemah. Naudzubillah

Ulama salaf mengatakan bahwa setiap muslim harus memiliki satu kecerdasan. Yaitu kemampuan untuk memantau dan merasakan perubahan kondisi imannya. Apakah imannya sedang bertambah atau malah berkurang? Faktor apa saja yang menguatkan iman dan apa saja yang meredupkannya?

Iman kita memang tak sekuat Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar bin Khatab yang tahan terhadap gempuran eksternal maupun internal. Karena itu, iman kita lebih perlu mendapatkan asupan nutrisi dan selalu dijaga stabilitasnya. Perlu di refresh dan disegarkan kembali secara berkala. Rasulullah SAW bersabda,

"Iman di hati kalian dapat lusuh seperti usangnya pakaian. Krena itu, mohonlah kepada Allah guna memperbarui iman di hati kalian." (HR. Hakim, Hasan menurut Nashiruddin Al Bani)

Figur idela yang dicontoh kekuatan imannya tentu saja RAsulullah  dan para sahabatnya. Mereka sangat ketat menjaga ibadah, guna memelihara stabilitas imannya. Di antaranya

Pertama, membaca dan tadabbur Al Quran. Sungguh, manfaat tadabbur Al Quran hanya dpat dirasakan oleh orang yang hatinya hidup, bukan hati yang sakit atau mati, menurut Ibnu Qayyim Al jauziyah, "Orang mukmin yang sehat hatinya siap menyimak seruan Al Quran. Selalu berkonsentrasi mengikuti bacaannya dan tidak mau dialihkan dari memahami maknanya." Ia diibaratkan seperti orang sehat yang pandangannya fokus melihat suatu objek dengan jelas.

Ibnu Qoyyim menganalogikan orang-orang kafir seperti orang buta, yang tak melihat objek dan mengenali gelap atau terang. Sedangkan, orang yang hatinya sakit adalah orang sehat penglihatannya tapi tidak sedang mengarahkan pandangannya kepada objek yang dimaksud. Keduanya pun tak dapat melihat dan menikmati pemandangan tersebut.

Allah berfriman yang artinya " Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?" (QS. Muhammad : 24).

Kedua, Munajat dengan Allah diwaktu malam. Yaitu dengan meluangkan waktu khusus untuk shalat, berdoa dan memohon kepada Allah. Sangatlah mengherankan jika seorang muslim teruatam aktivis tidak pernah melaksanakan shalat malam. Sebab, qiyamul lail mendidik orang untuk khusyu, rendah diri dan taubat kepada Allah. Oleh karena itu, qitamul lail menjadi unsur seluruh syareat. Sungguh beruntung orang yang dimudahkan oleh Allah mampu menunaikannya denga rutin. Pada saat itu, shalat menjadi kenikmatan tiada banding. Muhammad bin Munkadir mengatakan, "Kenikmatan dunia yang nyata hanya tiga, qiyamul lail, bertemu dengan sahabat dan shalat berjamaah." Abu Sulaiman Ad-Darani juga mengatakan bahwa, perasaan senag orang shalih di waktu malamnya melebihi ahlu maksiat yang menghabiskan malamnya untuk hura-hura.

Ketiga, Menambah ilmu dien dan menghadiri majelis dzikir.
Jika seseorang absen dari majelis-majelis penyubur iman? jauh dari lingkungan atau teman-teman yang shalih, grafik iman dapat merosot. Karena itu, para sahabat Nabi sangat berbahagia jika bertemu dengan sahabatnya dan bernostalgia mengenang perjuangannya bersama Nabi, Muadz bin Jabal sering mengatakan kepada sahabatnya, "Mari kita duduk-duduk meski hanya sebentar, mari kita tambah iman kita."

Keempat, Menjaga rutinitas amal shalih. Karena amal adalah bahan bakar iman. Peningkatan kualitas dan kuantitasnya berbanding lurus dengan peningkatan iman. Dalam beramal shalih prinsip yang diutamakan ialah lakukan sekarang dan jangan menunda. Allah memuji keluarga Nabi Zakariya dengan, "Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada kami dengan dan cemas, dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada kami." (QS. Al Anbiya : 90)

Dalam suatu majelis Rasulullah bertanya kepada para sahabat, "Siapa yang hari ini shaum?" Abu Bakar menjawab, "saya", Rasulullah, "Siapa yang hari ini melayat jenazah?" Abu Bakar kembali menjawab tunjuk jari, "saya". Siapa yang hari ini memberi makan orang miskin, Abu Bakar kembali menjawab saya. "Siapa yang hari ini sudah menjenguk orang sakit?" Lagi-lagi Abu Bakar menjawab, "saya". Rasulullah lalu bersabda, "Tidak ada orang yang melakukan semua kebaikan tersebut kecuali dia masuk jannah."

Hamba yang dicintai Allah ialah hamba yang beribadah dengan konsisten dan kontinyu. Tidak seperti hamba yang beribadah kepada Allah di "tepian" ('ala harfin). Atau hamba yang ingat kepada-Nya saat susah namun susah mengingat-Nya saat senang.

Nabi Yunus mencontohkan pentingnya rutinitas beramal. Ketiak berada dalam perut ikan, beliau tidak berhenti melantunkan doa. Para malaikat dibawah Arsy Allah mengatakan, "Ada suara yang sudah kami kenal, tapi dari tempat yang asing." Allah bertanya, "Tahukah kalian suara ini?" "Tidak, suara siapakah ini ya Rabbi." "Suara hambaku, Yunus." Para malaikat berujar, "Yunus yang amal shalih dan doanya selalu diangkat ke langit? Ya Rabbi, kasihanilah dia, selamatkan dari kesusahan atas apa yang dikerjakannya saat senang/lapang.

Semoga kita dapat mencontoh mereka.