إِنَّا عَرَضۡنَا ٱلۡأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱلۡجِبَالِ فَأَبَيۡنَ أَن يَحۡمِلۡنَہَا وَأَشۡفَقۡنَ مِنۡہَا وَحَمَلَهَا ٱلۡإِنسَـٰنُۖ إِنَّهُ ۥ كَانَ ظَلُومً۬ا جَهُولاً۬
Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh (QS. Al-Azhab [33] : 72)
Menurut Ibnu Abbas, amanah yang dimaksud dalam ayat diatas adalah tha'ab ; ketaatan. Dalam riwayat lain Ibnu Abbas menyebutnya al-fara'idl ; kewajiban-kewajiban. Ibnu Abbas mengilustrasikan, ketika makhluk lain menolak mengemban amanah tersebut, Allah SWT menawarkannya kepada Adam. Waktu itu Adam bertanya terlebih dahulu apa amanah itu? Allah menjawab : "Jika kau berbuat baik, kau diberi pahala, dan jika kau berbuat jelek, kau disiksa." Maka manusia pun kemudian mengemban amanah tersebut (lihat tafsir Ibnu Katsir 3 : 427).
Inilah kemudian yang menjadi hujjah Allah SWT untuk menyiksa setiap manusia yang melakukan penyimpangan, atau sebaliknya, memberikan pahala kepada orang-orang yang beriman. Makanya Allah SWT menegaskan : " Sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan, dan sehingga Allah menerima taubat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi maha Penyayang." (QS. Al-Ahzab [33] : 73)
Ini adalah di antara potret awal kejadian manusia di periode azali yang hanya dapat ditangkap oleh wahyu. Sebagaimana diketahui, selain yang bisa ditangkap oleh wahyu, Allah SWT juga menjelaskan proses kejadian manusia yang bisa ditangkap oleh indera (lihat QS. Al-Mu'minun [23] : 12-14). Dua potret tersebut memberikan ajaran kepada setiap manusia bahwa dirinya memiliki "dua sisi" kehidupan. Selain sesosok jasad yang hidup di alam kasat mata, manusia juga seseorang yang terikat secara ruhiah dengan peraturan Allah SWT. Kehidupannya tidak hanya berkutat di alam dunia ini semata, melainkan terikat secara primordial dengan kehidupan pasca-dunia, dimana dia harus mempertanggungjawabkan seluruh amanahnya.
Konsep pertanggungjawaban "amanah" seperti ini telah menjadikan manusia satu-satunya makhluk yang harus selalu bertanggung jawab dalam setiap aspek kehidupannya. Walaupun Allah SWT telah memberikan kepadanya kebebasan untuk berpetualang di muka bumi, bahkan untuk kufur atau iman sekalipun, tetapi ingat, Allah SWT yang Maha Mengetahui sudah memberikan pedoman seperti apa kehidupan yang terbaik itu. Kalaupun kemudian manusia membangkangnya, maka manusia harus bisa mempertanggungjawabkannya sendiri di pengadilan akhirat nanti.
Keterikatan manusia dengan "amanah"-nya ini sungguh akan berdampak positif yang dahsyat sekali bagi kelangsungan kehidupannya di dunia. Hanya memang, keterikatan ini akan terabaikan jika tu'tsirunal-hayatad-dunya ; kehdupan dunia yang dijadikan prioritas utama. Walaupun begitu, ini tetap saja tidak bisa dijadikan alasan oleh manusia, karena amanah sudah terlanjur diberikan!